Review Film The Seed of the Sacred Fig: Saat Rezim Tumbuh di Dalam Rumah

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Review Film The Seed of the Sacred Fig: Saat Rezim Tumbuh di Dalam Rumah
Poster Film The Seed of the Sacred Fig (IMDb)

“Kenapa sih harus peduli soal politik? Bukannya itu urusan pejabat doang?” Pertanyaan seperti ini mungkin sering muncul di benak kita yang merasa nyaman di balik tembok rumah sendiri. Namun, Film The Seed of the Sacred Fig datang seperti tamparan dan memperlihatkan bagaimana negara yang kacau bisa menyusup perlahan ke ruang paling privat, yakni keluarga.

Disutradarai Mohammad Rasoulof, film ini menggambarkan tentang bagaimana ketakutan berkuasa bisa mengubah rumah menjadi tirani kecil. Nggak heran jika film ini dipilih untuk mewakili Jerman di ajang Academy Awards 2025, karena kisahnya berbicara universal tentang kekuasaan, ketakutan, dan perlawanan, terutama dalam konteks Iran yang penuh tekanan.

Kok menarik, ya? 

Sekilas tentang Film The Seed of the Sacred Fig

Film ini tayang perdana di Festival Film Cannes pada 24 Mei 2024 (menerima Special Jury Prize plus FIPRESCI Award), lalu menyusul tayang di Jakarta World Cinema Week 2024, dan saat ini bisa Sobat Yoursay tonton di KlikFilm

Ceritanya tertuju pada Keluarga Iman. Iman (diperankan Missagh Zareh) baru saja dipromosikan sebagai hakim investigasi di Teheran. Awalnya, keluarganya terlihat biasa saja. Tenang, tertata, dan mungkin terlalu patuh. Ketika Iman mulai menjalani tugas barunya, perubahan drastis pun terjadi.

Istri dan dua putrinya, Rezvan (Mahsa Rostami) dan Sana (Setareh Maleki), mulai merasakan bagaimana hidup mereka dipersempit aturan-aturan yang awalnya tampak kecil. Misalnya, nggak boleh cat kuku, atau mewarnai rambut. Semua demi menjaga nama baik keluarga. Ya, mereka dikontrol. 

Situasi makin mencekam saat nama-nama pejabat negara yang pro-rezim mulai tersebar di media sosial, menyusul kematian tragis Mahsa Amini. Ketakutan Iman terhadap amarah publik berubah jadi paranoia. Dan seperti banyak penguasa di dunia nyata, rasa takut kehilangan kekuasaan membuatnya lebih menindas!

Review Film The Seed of the Sacred Fig

Sepanjang nonton, yang kutangkap dari penggambaran rumah Iman layaknya miniatur Iran, yang tertutup, penuh ketakutan, dan kehilangan kebebasan. Nah, ketika Iman membawa pulang pistol sebagai perlindungan, saat itu aku langsung paham, bahwa itu akan jadi kekuasaan menakutkan. Dan benar, ketika pistol itu hilang, semua ketegangan meledak.

Iman mulai mencurigai anaknya sendiri. Dia nggak ragu menggeledah kamar mereka, membatasi komunikasi bahkan di dalam rumah, dan menanamkan rasa takut dalam diri orang-orang terdekatnya. Di sinilah film ini berhasil memainkan emosiku, yang mana berhasil menyajikan horor nyata bukan dari monster atau hantu, melainkan dari ayah yang berubah menjadi alat negara.

Dengan durasi sepanjang ±168 menit, Film The Seed of the Sacred Fig mungkin terasa lambat bagi sebagian penonton. Namun, perlahan-lahan intensitasnya menumpuk seperti bara yang siap menyala. 

Menjelang akhir, film ini berubah haluan jadi thriller politik yang lebih besar skalanya. Ketegangan meningkat tajam, tapi sayangnya juga membuat emosi agak terseret. Beberapa bagian terasa agak melenceng dan berat. Bahkan, Rasoulof menyisipkan cuplikan dokumenter nyata dari demonstrasi di Iran. Seberani itu, deh. 

Film ini mungkin bukan tontonan yang mudah karena mengajak kita melihat lebih dalam bagaimana represi bekerja. Bukan dari luar, tapi dari dalam. Bagaimana kekuasaan bisa merusak cinta, kepercayaan, dan kebebasan yang mestinya tumbuh di dalam rumah.

Dan jika film bisa membuka mata, maka film ini adalah salah satu yang layak ditonton siapa pun yang ingin tahu seperti apa wajah otoritarianisme yang menyamar demi kebaikan keluarga. 

Mumpung masih ada di KlikFilm, buruan nonton Film The Seed of the Sacred Fig!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak