Ulasan Film Believe: Ketika Luka Jadi Kekuatan di Medan Perang!

Ayu Nabila | Ryan Farizzal
Ulasan Film Believe: Ketika Luka Jadi Kekuatan di Medan Perang!
Believe (Believe/IG)

Film Believe: Takdir, Mimpi, dan Keberanian yang rilis pada 24 Juli 2025 benar-benar jadi angin segar di perfilman Indonesia. Bukan cuma sekadar film laga perang dengan ledakan spektakuler, tapi juga sebuah drama keluarga yang bikin hati tersentuh. Disutradarai oleh duo Rahabi Mandra dan Arwin Tri Wardhana, serta diproduksi oleh Bahagia Tanpa Drama, film ini diadaptasi dari buku biografi Jenderal TNI Agus Subiyanto berjudul Believe – Based on a True Story of Faith, Dream, and Courage. Dengan pemeran seperti Ajil Ditto, Wafda Saifan, Adinda Thomas, Maudy Koesnaedi, dan Marthino Lio, Believe berhasil menyuguhkan perpaduan epik antara aksi perang dan emosi yang mendalam.

Cerita film ini berpusat pada Agus (Ajil Ditto), seorang pemuda yang besar di bawah bayang-bayang ayahnya, Sersan Kepala Dedi (Wafda Saifan), seorang prajurit yang bertugas di Operasi Seroja tahun 1975 di Timor Timur. Hubungan mereka nggak mulus—Dedi digambarkan sebagai ayah yang keras dan jauh secara emosional, bikin Agus tumbuh dengan luka batin dan kebingungan. Ketika Dedi meninggal, Agus mulai menemukan potongan kisah tentang pengorbanan dan keberanian ayahnya yang selama ini tersembunyi. Dari situ, Agus terinspirasi untuk jadi prajurit, mengikuti jejak ayahnya, tapi perjalanan ini nggak gampang. Ia harus hadapi penolakan, kegagalan, dan ketakutan, sambil berusaha menjaga rumah tangganya bersama Evi (Adinda Thomas). Puncaknya, Agus berhadapan dengan Miro (Marthino Lio), pemimpin separatis yang jadi musuh ayahnya dulu, di tengah konflik perang yang brutal.

Yang bikin Believe beda adalah caranya menyeimbangkan aksi perang dan drama keluarga. Sekitar 70% durasi film diisi dengan adegan perang yang bikin deg-degan—ada 22 ledakan besar, 8 adegan kontak senjata, dan pertempuran dari hutan sampai kota. Visualnya nggak main-main, dengan sinematografi kelas atas dan koreografi laga yang autentik. Penggunaan alat perang seperti KRI Teluk Amboina-503 dan heli “hidung pesek” bikin suasana perang terasa nyata. Tapi, di balik dentuman senjata dan kobaran api, film ini punya hati. Adegan seperti Agus membaca surat-surat lama ayahnya atau kilas balik momen kecil antara mereka bikin aku auto nangis. Ini bukan cuma soal keberanian fisik, tapi juga keberanian emosional untuk memaafkan dan memahami.

Ulasan Film Believe: Takdir, Mimpi, dan Keberanian

Ajil Ditto sebagai Agus benar-benar mencuri perhatian. Dia berhasil memerankan perjalanan emosional dari kemarahan sampai penerimaan dengan intensitas yang ngena banget. Wafda Saifan sebagai Dedi juga nggak kalah kuat, menghidupkan sosok ayah yang tegas tapi penuh rahasia. Adinda Thomas sebagai Evi dan Maudy Koesnaedi sebagai Iin, ibu mertua Agus, juga menambah kedalaman cerita, mewakili ketegaran perempuan yang menanti prajurit di tengah ketidakpastian. Marthino Lio sebagai Miro memberikan dinamika konflik yang bikin cerita makin kompleks.

Produser Celerina Judisari menegaskan bahwa Believe nggak cuma soal perang, tapi juga tentang luka yang diwariskan, mimpi yang diperjuangkan, dan cinta yang bertahan. Film ini nggak mau menyentuh politik atau menentukan siapa benar dan salah, melainkan fokus pada dampak perang terhadap kemanusiaan. Pesan ini terasa relevan, apalagi di era media sosial yang sering menyederhanakan perang jadi tontonan pendek. Believe mengingatkan kita bahwa di balik pertempuran, ada keluarga yang menanti, doa yang dipanjatkan, dan pengorbanan yang nggak terucap.

Secara teknis, film ini layak diacungi jempol. Riset mendalam soal sejarah militer, mulai dari Operasi Seroja sampai penugasan TNI di Timor Timur 1995 dan 1999, bikin detailnya terasa otentik. Kolaborasi dengan TNI sebagai penasihat teknis memastikan akurasi, dari cara memegang senjata sampai strategi lapangan. Musiknya juga nggak kalah keren, dengan lagu “Cinta Sejati Takkan Mati” yang dinyanyikan Agus Subiyanto bareng Pasha Ungu, menambah emosi pada cerita ayah-anak.

Namun, Believe bukan tanpa kekurangan. Kadang ritmenya terasa agak lambat di bagian tengah, terutama saat transisi dari drama keluarga ke aksi perang. Kurasa endingnya agak prediktabel. Tapi, kekuatan visual dan emosi yang dibangun mampu menutupi kekurangan ini.

Secara keseluruhan, Believe: Takdir, Mimpi, Keberanian adalah film yang wajib ditonton. Ini adalah bukti bahwa sineas Indonesia bisa bikin film perang yang nggak cuma megah secara visual, tapi juga punya jiwa. Bawa tisu kalau mau nonton, karena di balik ledakan dan tembak-menembak, film ini bakal bikin kamu merenung tentang keluarga, pengorbanan, dan keberanian sejati. Tayang serentak di bioskop mulai 24 Juli 2025, Believe adalah perjalanan emosional yang nggak boleh dilewatkan. Untuk rating secara pribadi kuberi 9/10.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak