Tips Selesaikan Tugas di Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan

Hikmawan Firdaus | Ellyca S.
Tips Selesaikan Tugas di Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan
Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan (Gramedia)

Pernah nggak sih kamu merasa semangat banget di awal ketika mulai sesuatu, tapi di tengah jalan mendadak kehilangan arah? Rasanya kayak “ngapain juga aku mulai ini kemarin?” Nah, pengalaman kayak gitu kayaknya jadi makanan sehari-hari banyak orang, termasuk saya. Makanya, waktu nemu buku "Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan" karya Peter Hollins, rasanya kayak ditampar halus.

Buku ini bukan sekadar bacaan motivasi biasa yang penuh kata-kata manis. Dari halaman pertama aja, Peter Hollins udah ngajak kita ngaca: sebenarnya seberapa sering sih kita ngegampangin hal-hal yang sebenarnya butuh komitmen jangka panjang?

Judulnya sendiri udah jadi pengingat keras buat nggak asal janji, baik ke orang lain, apalagi ke diri sendiri.

Yang bikin buku ini beda adalah pendekatannya yang nggak terlalu "teori banget", tapi langsung ngasih kita cara-cara praktis buat menghadapi musuh utama kita: rasa malas, kebiasaan menunda, dan godaan untuk menyerah di tengah jalan. Nggak banyak basa-basi, Peter Hollins langsung bahas soal pentingnya "sikap menjalani", sebuah pola pikir yang mengajarkan kita buat terus bergerak meski prosesnya nggak nyaman.

Banyak dari kita suka banget bikin rencana. Tapi ketika saatnya eksekusi, kita malah sibuk revisi, ganti konsep, lalu diam-diam meninggalkan semuanya. Nah, di sinilah buku ini ngebuka mata saya. Peter bilang, terlalu banyak perencanaan tanpa eksekusi itu sama aja kayak jalan di treadmill. Capek sih, tapi nggak maju-maju juga.

Saya pribadi paling tertegun saat sampai di bagian yang membahas konsekuensi dari menyerah. Bukan cuma gagal dapat hasil, tapi kita juga perlahan-lahan kehilangan rasa percaya pada diri sendiri. Semacam luka kecil yang makin lama makin dalam. Dan makin sering kita menyerah, makin kita percaya bahwa kita emang nggak bisa menyelesaikan apa pun.

Yang menyenangkan dari buku ini, penjelasannya ringan tapi tetap tajam. Gaya bahasa yang dipakai nggak sok pintar, tapi juga nggak terlalu santai. Pas aja buat kamu yang pengen belajar produktif tapi suka bosan kalau baca buku self-help yang terlalu berat.

Buku ini juga dilengkapi banyak contoh kasus. Misalnya tentang orang yang gagal menyelesaikan studi karena terlalu perfeksionis, atau pekerja kantoran yang kehilangan arah karena terlalu sering bilang “nanti aja.” Semua cerita itu membuat saya merasa bahwa saya nggak sendirian. Banyak orang berjuang dengan hal yang sama, dan kabar baiknya: ada jalan keluar.

Hal lain yang saya suka, buku ini juga ngajak kita realistis. Kadang kita terlalu idealis di awal, lalu kaget waktu kenyataan nggak sesuai ekspektasi. Peter menyarankan kita buat menyeimbangkan antara rencana dan tindakan. Jangan sampai energi kita habis cuma buat nyusun strategi, tapi nol di lapangan.

Memang, ada bagian dalam buku ini yang terasa sedikit repetitif, terutama kalau kamu udah sering baca buku bertema pengembangan diri. Tapi repetisi itu, menurut saya, justru bisa jadi semacam “reminder” buat kita supaya nggak gampang lupa dengan nilai-nilai dasar dalam menyelesaikan sesuatu.

Saya yakin, siapa pun yang baca buku ini bakal dapat semacam dorongan kecil dari dalam. Nggak harus langsung berubah total, tapi setidaknya bisa lebih sadar saat mau memulai sesuatu. Tanyain dulu ke diri sendiri: beneran siap nyelesain ini sampai akhir? Atau cuma euforia sesaat doang?

Satu pesan yang paling nempel dari buku ini: menyelesaikan itu bukan soal hebat atau nggaknya seseorang. Tapi soal konsistensi, keberanian buat melawan rasa bosan, dan kemampuan buat tetap jalan meski hasil belum kelihatan.

Dan ya, kadang kita nggak akan tahu seberapa besar kapasitas kita sampai benar-benar dipaksa menyelesaikan sesuatu yang udah kita mulai. Di situlah sebenarnya kita tumbuh. Bukan di titik awal yang penuh semangat, tapi di titik lelah yang tetap kita pilih untuk dilewati.

Jadi buat kamu yang sering kebingungan kenapa banyak target hidup nggak tercapai, mungkin kamu butuh baca buku ini. Bukan buat nyalahin masa lalu, tapi buat bangun ulang niat dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Jangan-jangan, selama ini kita terlalu sering mulai sesuatu cuma karena takut ketinggalan, bukan karena benar-benar ingin menyelesaikannya.

Akhir kata, buku Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan ini adalah semacam wake up call yang sederhana tapi dalam. Nggak cuma ngomongin soal disiplin dan produktivitas, tapi juga soal harga diri. Karena sejatinya, menyelesaikan itu bukan cuma untuk hasil, tapi juga untuk membuktikan bahwa kita bisa dipercaya, terutama oleh diri sendiri.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak