Ketika menyelesaikan bab pertama buku ini, satu pemahaman muncul dalam benak. Bahwa tak semua wanita siap menjadi ibu. Mulai dari emosi yang tak stabil, trauma yang belum selesai, hingga pelampiasan emosi kepada seorang anak. Novel ini benar-benar definisi "sakit jiwa" yang berbentuk sebuah buku.
Identitas Buku
- Judul: Dari Arjuna Untuk Bunda
- Penulis: Cut Putri Khairunisa
- Penerbit: Akad
- Tahun Terbit: September 2024
- Tebal: 380 Halaman
Tidak semua hubungan ibu dan anak dibalut kasih sayang tanpa syarat. Ada kalanya, luka yang tak terselesaikan dari masa lalu orang tua menjadi warisan tak kasat mata bagi anaknya. Dari Arjuna untuk Bunda karya Cut Putri KH adalah potret getir tentang hal itu. Kisah Arjuna Sekala yang tumbuh dengan rindu akan pengakuan dan kasih sayang dari ibunya, Jihane.
Latar dan Konflik Utama
Arjuna harus selalu memahami bahwa bundanya menyimpan banyak luka. Namun, tak ada satu pun anggota keluarga yang memahami bahwa luka itu justru ditorehkan pula pada dirinya. Sejak kecil, ia diperlakukan berbeda, menjadi satu-satunya putra yang seakan tidak diinginkan.
Jihane bukan sosok ibu ideal dalam cerita ini. Emosinya labil, sikapnya dingin, dan cintanya untuk Arjuna terasa selalu bersyarat. Masa lalunya penuh tragedi: di hari kelahiran Arjuna, suaminya dan selingkuhannya tewas bersama. Lebih buruk lagi, Jihane dituduh hamil anak pria lain. Bagi Jihane, kelahiran Arjuna adalah simbol petaka, bukan kebahagiaan. Trauma itu menjadi dinding yang membatasi setiap sentuhan kasih.
Arjuna: Anak yang Terus Mengusahakan Cinta
Meski sering diperlakukan tak adil, Arjuna tumbuh menjadi anak berprestasi, menyimpan senyum sebagai tameng, dan terus berusaha meraih hati ibunya. Ia mencari cara untuk diakui, berharap satu kalimat hangat atau pelukan bisa menghapus jarak di antara mereka. Namun, semakin ia berusaha, semakin terasa bahwa cinta yang diinginkannya mungkin takkan pernah datang.
Ketika “riuh di kepala” mulai meringkas waktunya untuk berhenti, Arjuna mempertanyakan: apakah semua usahanya akan sia-sia jika ia memilih menjauh?
Pentingnya "Sembuh" Sebelum Memulai Sesuatu yang Baru
Novel ini mengusung tema-tema psikologi yang dekat dengan keseharian yang barangkali terlihat sepele, namun bagi batin yang terluka ini justru menjadi malapetaka. Seperti:
- Trauma yang Menurun: Luka yang tak disembuhkan dari orang tua dapat diwariskan, baik melalui sikap, kata-kata, maupun perilaku.
- Pengakuan dan Kasih Sayang: Bagaimana perjuangan seorang anak untuk mendapatkan cinta yang seharusnya menjadi haknya.
- Pengorbanan dan Penyesalan: Bahwa kadang cinta hadir terlambat, setelah luka terlanjur dalam.
- Pentingnya Penyembuhan Luka Batin: Baik orang tua maupun anak perlu memproses masa lalu agar siklus luka tidak terus berulang.
Cut Putri KH tidak hanya menulis kisah keluarga biasa, tapi memaparkan bagaimana emosi yang tidak stabil, rasa sakit hati, dan prasangka bisa menghancurkan ikatan sedarah.
Daya Tarik Novel Dari Arjuna Untuk
Sejak bab pertama, novel ini terasa intens. Dialog dan narasi membawa pembaca masuk ke atmosfer tegang antara ibu dan anak. Sosok Jihane digambarkan dengan detail emosional yang membuat pembaca sulit membencinya sepenuhnya—meski perilakunya menyakitkan, ada latar belakang pahit yang membentuknya.
Arjuna, di sisi lain, menjadi representasi anak yang “terjebak” dalam kebutuhan akan cinta orang tua, bahkan ketika sadar itu mungkin tak akan ia dapatkan.
Luka yang Menurun dan Cinta yang Tak Pernah Sempurna
Membaca Dari Arjuna untuk Bunda seperti menelusuri lorong gelap hubungan keluarga, di mana pembaca harus siap menemukan kenyataan bahwa cinta dalam keluarga tidak selalu indah. Ada momen-momen yang menguras emosi, membuat geram, bahkan sesekali menimbulkan simpati pada dua tokoh yang sama-sama terluka.
"Kadang, yang kita wariskan bukan hanya nama keluarga. Tapi juga luka yang belum sempat kita sembuhkan.”
Novel ini cocok bagi pembaca yang menyukai cerita keluarga dengan nuansa angst, tokoh kompleks, dan konflik emosional yang realistis. Ia menjadi pengingat bahwa penyembuhan luka batin bukan hanya hak, tapi juga tanggung jawab—agar cinta bisa benar-benar sampai, tanpa tersaring oleh rasa sakit masa lalu.