Ulasan Film Panor, Teror Kutukan yang Perlahan Menggigit Batin

Hayuning Ratri Hapsari | Yas Julia
Ulasan Film Panor, Teror Kutukan yang Perlahan Menggigit Batin
Film Panor (Instagram/majorgroup)

Ada satu hal yang membuat horor Thailand sulit digantikan, salah satunya adalah caranya memadukan ketakutan dengan tragedi manusia. Bukan cuma soal hantu yang muncul tiba-tiba, tapi tentang luka batin yang menempel pada karakter sampai kita ikut merasakannya. 

Panor (2025) adalah salah satu film yang membuktikan itu, sebuah kisah gelap yang memperlihatkan bahwa horor terbaik sering kali lahir dari nasib yang tidak pernah dipilih.

Film ini bukan sekadar cerita tentang seorang gadis yang terkutuk. Ia adalah perjalanan panjang seorang manusia yang sejak lahir sudah dipagari takdir buruk.

Penonton tidak hanya diajak takut, tapi juga diajak untuk bertanya-tanya, seberapa besar sih kuasa sebuah kutukan terhadap hidup seseorang?

Dan kalau kamu suka misteri yang mengendap pelan sebelum akhirnya meledak, Panor adalah paket lengkap.

Awal yang Sunyi, Misteri yang Pelan-Pelan Menggigit

Panor mengikuti kehidupan seorang gadis bernama Panor (Cherprang Areekul) yang lahir tepat di hari ketika seseorang di desanya melakukan pelepasan kutukan. Sejak momen itulah, hidup Panor berubah menjadi deretan peristiwa buruk yang seakan tidak ada habisnya.

Orang-orang yang mendekatinya selalu tertimpa musibah dari kecelakaan kecil hingga bencana yang tidak bisa dijelaskan secara logika.

Yang menarik, film ini tidak terburu-buru menunjukkan horor visual. Sebaliknya, ia membangun teror lewat atmosfer. Panor terlihat seperti gadis biasa, tapi tatapan orang-orang di kampung sudah cukup menjelaskan bahwa hidupnya tidak pernah benar-benar normal.

Kamera mengikuti kesehariannya dengan rasa was-was yang konstan, seolah setiap langkahnya bisa memicu tragedi.

Ketika Panor secara tidak sengaja menemukan bahwa ada kekuatan sihir hitam yang menempel pada dirinya sejak bayi, film mulai masuk ke fase misteri. Bukan misteri detektif, tapi misteri metafisik, siapa yang melakukan ini padanya? Kenapa dia yang dipilih? Dan apakah ada cara untuk memutus rantai takdir itu?

Ini adalah tipe horor yang memancing rasa penasaran sebelum rasa takut.

Membangun Cerita yang Pelan, Tapi Penuh Tekanan Psikologis

Sutradara Tum Putipong Saisikaew yang juga menggarap trilogi Art of the Devil kembali menggunakan gaya khasnya. Ia jarang memakai jumpscare murahan. Justru, ia mengandalkan kesunyian, tatapan kosong, dan simbol-simbol ritual yang membuat penonton merinding karena imajinasi mereka sendiri.

Ada banyak adegan yang menunjukkan kesendirian Panor, duduk sendirian, berjalan tanpa ditemani, atau sekadar menatap tempat yang seolah menahan kenangan buruk. Semua ini membuat film terasa begitu emosional, bukan hanya menakutkan.

Yang membuat cerita semakin kaya adalah interaksi Panor dengan orang-orang yang sebenarnya peduli tapi tetap takut. Mereka ingin membantu, tapi tidak bisa melawan stigma dan rasa khawatir akan kutukan. 

Di sini, film mengulik tema sosial, bagaimana masyarakat sering kali lebih percaya pada takhayul daripada empati.

Ketegangan makin meningkat saat Panor menyadari bahwa kutukan ini bukan kejadian acak. Ada sosok misterius yang sengaja mengikat hidupnya pada kekuatan gelap. Dan sejak saat itu, film bergerak ke arah konfrontasi antara Panor dan masa lalunya sendiri.

Pemeran yang Menghidupkan Teror dengan Emosi Mendalam

Cherprang Areekul tampil kuat sebagai Panor. Ia mampu menampilkan kepolosan, ketakutan, dan keputusasaan tanpa terlihat berlebihan. Justru aktingnya yang minimalis inilah yang membuat karakter Panor terasa manusiawi.

Deretan pemain lain seperti Jackie Jackrin, Namtan Chalita, dan Lookwa Pijika mengisi dunia Panor dengan kepribadian yang punya peran jelas terhadap jalan cerita. Mereka bukan sekadar figuran dalam kisah kutukan, mereka adalah orang-orang yang hidup dalam lingkaran tragedi yang sama.

Kalau kamu suka horor yang lebih menekankan psikologis dan mitos ketimbang hantu pop-up, Panor wajib masuk daftar tonton.

Pada akhirnya, Panor adalah cerita tentang seseorang yang dipaksa hidup bersama kutukan yang bukan miliknya. Film ini mengajak kita melihat bagaimana nasib bisa membentuk seseorang menjadi sesuatu yang tidak ia inginkan.

Dan di situlah letak kengerian paling nyata. Kadang, bukan hantunya yang menakutkan, tapi kehidupan itu sendiri.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak