Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Desyta Rina Marta Guritno
Christian Horner (Instagram/christianhorner)

Christian Horner, sosok yang selama dua dekade menjadi pemimpin penting di Red Bull Racing, kini resmi menutup perjalanannya bersama tim yang telah ia besarkan.

Selama 20 tahun memimpin, Horner berhasil membangun Red Bull dari tim baru di grid menjadi kekuatan besar yang mendominasi Formula 1.

Dia bukan hanya menjadi kepala tim, tetapi juga otak di balik banyak prestasi Red Bull, termasuk era emas bersama Max Verstappen yang mengamankan gelar juara dunia pembalap empat musim berturut-turut.

Secara keseluruhan, sepanjang masa kepemimpinannya, Horner mengoleksi catatan yang mengesankan, yakni enam kali membawa Red Bull menjadi juara dunia konstruktor dan delapan kali mengantar pembalapnya meraih mahkota juara dunia.

Prestasi ini menjadikannya salah satu kepala tim tersukses dalam sejarah Formula 1. Namun, kejayaan tersebut kini menjadi bagian dari masa lalu.

Keputusan untuk melepas Horner diambil setelah melalui ketegangan internal di tubuh Red Bull, yang kabarnya sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun.

Helmut Marko, penasihat senior Red Bull, secara terbuka mengungkapkan bahwa performa tim yang menurun menjadi alasan utama berakhirnya kerja sama ini.

Dominasi yang sempat membuat Red Bull nyaris tak tersentuh di lintasan kini memudar, sejak tahun lalu, mereka terlihat kesulitan bersaing di barisan depan.

Pergantian pucuk pimpinan ini menandai berakhirnya sebuah era. Selama ini, Horner dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan pandai memainkan strategi di balik layar.

Kehadirannya selalu memberi suasana yang menegangkan di paddock, baik melalui pernyataan yang kontroversial maupun cara ia mengelola tim di bawah tekanan.

Kini, kursi yang ditinggalkannya telah diisi oleh Laurent Mekies, mantan kepala tim Racing Bulls, yang diharapkan mampu membawa semangat baru sekaligus mengembalikan performa Red Bull ke jalur kemenangan.

Meski baru beberapa minggu sejak kepergiannya, spekulasi tentang masa depan Horner mulai bermunculan. Banyak yang bertanya-tanya ke mana langkahnya akan tertuju selanjutnya. Apakah ia akan mencari tantangan baru di luar Formula 1, atau kembali ke panggung yang telah dia geluti selama 20 tahun ini?

Bernie Ecclestone, mantan bos besar Formula 1, ikut memberikan pandangannya. Menurutnya, peluang Horner untuk kembali ke dunia balap masih terbuka lebar, asalkan ia memiliki saham di sebuah tim.

Pernyataan ini memunculkan kemungkinan bahwa Horner tidak sepenuhnya menutup pintu untuk kembali, meski saat ini belum ada kepastian soal rencana jangka pendeknya.

"Saya tidak tahu bagaimana, di mana, atau apakah dia ingin (kembali ke F1). Dia mungkin tidak mau karena posisi yang sebenarnya dia inginkan di Red Bull adalah memiliki sebagian saham tim. Kecuali dia bisa mendapatkan seseorang yang mau mengeluarkan uang untuk membeli tim, saya rasa hal itu tidak akan terjadi," ujar Eclestone, dilansir dari laman Independent.

Kepergian Horner tentu bukan hanya sekadar pergantian seorang pemimpin dalam tim. Bagi Red Bull, ini adalah momen peralihan yang penuh tantangan. Mereka harus beradaptasi dengan gaya kepemimpinan baru sambil memperbaiki performa di lintasan.

Bagi Horner sendiri, ini adalah babak baru dalam hidup dan kariernya, sebuah titik di mana ia bisa menentukan arah perjalanan berikutnya, apakah kembali ke dunia yang membesarkan namanya atau menjajal area yang sama sekali berbeda.

Yang jelas, setelah dua dekade memimpin dengan tangan dingin, Horner meninggalkan warisan besar. Namanya akan tetap tercatat sebagai salah satu tokoh yang berhasil menjadikan Red Bull Racing menjadi tim paling ditakuti Formula 1. Kini, kita hanya bisa menunggu, ke mana langkah berikutnya dari Christian Horner akan tertuju?

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Desyta Rina Marta Guritno