76 Tahun Indonesia telah merayakan kemerdekaannya, setelah Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia (Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta) memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Momen itu sebagai tanda kalau Indonesia akan keluar dari belenggu penjajahan bangsa asing dan akan mengantarkan bangsa Indonesia ke seberang jembatan emas. Di jembatan itulah Indonesia akan meraih kemerdekaan yang sesungguhnya.
Namun, dalam perjalanan bangsa Indonesia tentu tidaklah begitu mulus dan akan terus dihadapkan berbagai macam persoalan, baik problem dari luar terlebih problem dari dalam bangsa sendiri yang tak kunjung usai.
Di era digitalisasi sekarang ini, perkembangan dan perubahan amatlah cepat, sehingga masyarakat juga perlu untuk berakselerasi dengannya. Karena jika tidak, nasib pun hanya jadi penonton di negeri sendiri bakalan terjadi.
Di lain pihak, perkembangan tekhnologi justru dapat menjadi peluang dan juga sebagai ancaman malapetaka. Ironisnya jika perkembangan media sosial hanya menjerumuskan pada sisi negatifnya saja, termasuk penyebaran hoax yang menjadi lumbung di media sosial dalam menyebarkan virusnya. Menurut data Kemenkominfo bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar informasi palsu (hoax).
Di samping itu, berita dari Kompas.com yang ditulis Conney Stephanie dengan judul "Riset Ungkap Lebih dari Separuh Penduduk Indonesia 'Melek' Media Sosial." Berita tersebut merilis laporan berjudul Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta telah menggunakan media sosial. Dengan demikian, angka penetrasinya sekitar 61,8 persen.
Lebih lanjut, pengguna aktif media sosial di Indonesia tumbuh sebesar 10 juta atau sekitar 6,3 persen dibandingkan bulan Januari 2020. Pada periode yang sama, pengguna internet di Indonesia tumbuh 27 juta atau 15,5 persen menjadi 202,6 juta. (Conney Stephanie/Kompas.com)
Kondisi tersebut menimbulkan berbagai macam informasi hoax yang tersebar dapat terjadi. Berdasarkan liputan dari CNNIndonesia, disebutkan bahwa "Ada 1.470 Hoax Covid-19 Hingga Maret, Terbanyak di Facebook." Kata Johnny, angka total tersebut merupakan kumpulan isu hoax Covid-19 dari 23 Januari 2020 sampai 10 Maret 2021. Isu hoax itu tersebar sebanyak 2.697 di media sosial, paling banyak di platform Facebook dan Twitter. (cnnindonesia.com)
Lari untuk tidak menggunakan media sosial tentu bukanlah sebuah solusi. Karena penggunaan media sosial sudah menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki, dan terlebih lagi media sosial dapat menambah ilmu pengetahuan dan prekonomian jika itu mampu dioptimalkan dengan baik.
Lantas bagaimana mencegah penyebaran hoax yang begitu marak terjadi? Tak lain perlu ada kesadaran kritis oleh kita semua untuk menerima dan menyebarkan informasi. Karena penyebarannya sangat berefek negatif, selain dapat merusak mental, juga dapat menimbulkan reaksi permusuhan yang berujung pada perpecahan.
Ada banyak penyebaran hoax yang rerjadi dan merubah perilaku masyarakat, termasuk hoax soal Covid-19 yang dianggap sebagai "teori konspirasi." Hal tersebut terjadi karena tidak ada penyaringan dalam menerima dan menyebarkan informasi, mereka mengonsumsi informasi yang belum akurat secara mentah-mentah saja.
Lalu, bagaimana mengatasi dan mencegah hal tersebut? Pertanyaan itu tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan untuk menjawabnya. Namun bukan berarti harus pasrah dengan keadaan yang terjadi. Problem demikian menjadi tugas bagi seluruh rakyat Indonesia, terkhusus bagi pemuda sebagai kaum milenial terlebih ia bagian dari bonus demografi.
Seorang pemuda mesti menjadi tembok untuk menangkal penyebaran virus hoax. Pemuda yang memang dikenal sebagai sosok yang kritis, sebagai aset masa depan bangsa, dan pemuda harus menjadi subjek untuk mengatasi problem termasuk menangkal penyebaran virus hoax.
Peran pemuda agar dapat menyaring informasi sebelum menyimpulkan dan memilih informasi yang benar sebelum disebarkan. Kalau pun pemuda tidak mampu untuk selalu memberikan edukasi positif dan menyebarkan informasi yang akurat, maka cukuplah di tangan pemuda penyebaran hoax itu berhenti. Karena sangat disayangkan jika pemuda sebagai kaum terpelajar justru terhipnotis dengan penyebaran hoax, apalagi kalau pemuda sendiri yang menjadi sarang hoax. Jelas itu suatu masalah yang sangat disayangkan terjadi.
Oleh karena itu, generasi pemuda mesti memiliki moral dan kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan. Mampu menjadi agen perubahan di tengah problem yang terjadi dan mampu memberikan solusi serta ide kreatif untuk bangkit. Karena semangat juang yang tinggi dan berkobar hanyalah dimiliki sosok pemuda.
Mengutip perkataan Bung Karno, "berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."
Baca Juga
-
Kolaborasi Tim Peserta Pilkada Polewali Mandar 2024 Melalui Gerakan Pre-Emtif dalam Pencegahan Politik Uang
-
Estafet Jokowi ke Prabowo, Bisakah Menciptakan Rekrutmen Kerja yang Adil?
-
6 Alasan Kenapa Banyak Orang Lebih Memilih WhatsApp Dibanding yang Lain
-
6 Pengaturan di Windows yang Dapat Memaksimalkan Masa Pakai Baterai Laptop
-
7 Fitur Keamanan Android yang Bisa Lindungi Data Pribadi Kamu
Kolom
-
Tolak PPN 12% Viral di X, Apakah Seruan Praktik Frugal Living Efektif?
-
Refleksi kasus 'Sadbor': Mengapa Influencer Rentan Promosikan Judi Online?
-
Harap Bijak! Stop Menormalisasi Fenomena Pemerasan di Balik Mental Gratisan
-
Bahasa Gaul di Era Digital: Perubahan atau Kerusakan?
-
Paylater dan Cicilan: Solusi atau Jalan Pintas Menuju Krisis?
Terkini
-
Ulasan Buku The Alpha Girl's Guide: Menjadi Perempuan Smart dan Independen
-
Keluar Zona Nyaman, Park Bo Young akan Bintangi Drama Kriminal 'Goldland'
-
TWS 'Last Festival': Nostalgia Perpisahan Sekolah Penuh Emosi
-
Metaphor: ReFantazio Pecahkan Rekor, Terjual 1 Juta Kopi di Hari Pertama!
-
Bojan Hodak Lega, Laga Lawan Bali United di BRI Liga 1 Ditunda PT LIB