Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Hendra Fokker
Gunung Kendeng. (Dokpribadi/fokker1945)

Problematika lingkungan saat ini tengah menjadi wacana yang tengah menarik perhatian publik. Khususnya para petani dari Pegunungan Kendeng, yang beberapa waktu lalu konsisten menyuarakan penolakannya terhadap pendirian pabrik semen. Selama beberapa tahun perjuangan para petani Kendeng ini terus digelorakan. Baik di daerahnya, hingga ke ibukota Jakarta.

Beberapa kali aksi menolak pabrik semen ini disuarakan hingga di Jakarta, dan bahkan ke mancanegara. Seperti aksi semen kaki, yang kala itu sangat menyorot perhatian publik. Khususnya ketika alm. Yu Patmi sebagai salah satu peserta aksi, gugur dalam perjuangannya. Gunretno sebagai pemimpin penolakan ini dikenal sebagai tokoh dari suku Samin, yang konsisten menentang perusakan alam di daerah Pegunungan Kendeng.

Aksi-aksi simpatik bertema lingkungan hidup dan kepedulian terhadap alam kemudian muncul di berbagai kota. Sebagai wujud kepedulian masyarakat, melihat realitas lingkungan hidup saat ini yang dianggap semakin tidak ramah. Semua berangkat dari kepedulian terhadap lingkungan, walau hingga kini, keputusan final belum didapatkan oleh masyarakat Kendeng.

Suku Samin sendiri dikenal sebagai salah satu suku yang sangat menghargai alam. Kalimat "Ibu bumi wis maringi, ibu bumi dilarani, ibu bumi kang ngadili", menjadi semboyan yang senantiasa disosialisasikan kepada publik setiap kali mengadakan kegiatan aksi damai. Sebagai wujud sumbangsih positif terhadap bumi, yang telah memberikan semua kebutuhan manusia. Kecuali bila manusia itu sendiri yang merusak bumi, maka tentu ada konsekuensinya.

Belajar mencintai alam dari perjuangan para petani Kendeng sekiranya mampu memberi motivasi bagi generasi saat ini. Semata-mata hanya kepada alamlah kita memberi, dan dari alamlah kita akan mendapatkan rezeki. Sekiranya kegigihan mereka dapat menjadi motivasi kita, bagaimana seyogianya menjaga alam ini.

Tidak lagi ada ruang untuk kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Semisal dalam hal penebangan hutan secara liar, pembakaran hutan dengan sengaja, ataupun membuang sampah tidak ditempat semestinya. Sebuah hal yang sudah sepatutnya dapat ditanamkan sedari dini. Agar kelak kita dapat terus bersama menjaga bumi, demi generasi nanti.

Hendra Fokker