Saya mengikuti sebuah kelas kursus bahasa Asing secara online. Kelas itu berada di dalam grup WA. Seorang admin memberi informasi bahwa saatnya pengumpulan tugas. Karena saya baru masuk kelas, maka saya mendapat dispensasi boleh tidak mengumpulkan tugasnya. Beberapa menit kemudian chat grup bertambah ramai. Saya membaca sebuah chat yang membuat geram. Seorang peserta yang juga posisinya sama seperti saya (sebagai murid) walaupun usia kami sudah bukan anak-anak lagi, berkomentar demikian “Mbak, tolong dong jika waktunya kelas Zoom saya ditelepon, ya, karena sering sekali lupa jadwalnya”. Mbak yang dimaksud adalah guru bahasa Asing kami. Memang usianya masih terbilang muda.
"Hellow Anda itu siapa?" batin saya. Kemudian saya beranikan diri untuk membalas chat dalam grup itu intinya saya beri saran bahwa letakkan agenda kegiatan Anda yang akan datang pada alarm handphone. Bukankah sekarang zamannya teknologi? Dan komentar saya itu mendapat tanggapan baik dari peserta kursus lainnya. Mereka dan termasuk juga mbak guru kami menyarankan gunakan alarm untuk jadwal Zoom setiap Ahad malam.
Acapkali kita melihat perilaku orang-orang di dalam grup WhatsApp (WA) yang dengan mudahnya melontarkan kalimat tanpa menelaah terlebih dahulu apakah kalimat ini sudah baik, atau merugikan seseorang atau bahkan akan mengundang perdebatan? Mungkin mereka lupa bahwa tulisan di dunia digital sama artinya dengan percakapan di dunia nyata. Awalnya saya berpikir positif, mungkin dia sedang bercanda. Namun, kembali lagi kepada prinsip kehati-hatian bahwa tetap kurang elok sikap seorang peserta (murid) yang meminta ditelepon oleh guru saat jam belajar akan dimulai.
Sebuah kelas walaupun dilakukan secara online tetap saja harus menjunjung tinggi adab belajar seorang murid kepada guru, walaupun guru lebih muda usianya daripada murid. Diantara adab belajar lainnya adalah menghargai posisi guru kita lebih tinggi derajat kelilmuannya daripada kita, sebagai murid. Serta memosisikan diri sebagai gelas kosong dan mengerjakan tugas yang diberikan semata untuk mengikat ilmu itu agar tidak lupa.
Bisa dibayangkan jika semua peserta meminta ditelepon saat kelas Zoom akan dimulai? Katakanlah ada 30 peserta. Betapa hal itu sama dengan telah membuat kesulitan orang lain? Terlebih lagi itu seorang guru yang mentransfer ilmunya kepada kita. Jika perilaku itu tidak segera disadari bisa jadi ilmu bahasa Asing yang diikuti hanya sekedar ilmu tanpa memiliki keberkahan. Pepatah bijak menuturkan bahwa orang yang menyulitkan orang lain maka akan mendapat kesulitan dalam meniti kehidupan. Sementara mereka yang memudahkan, akan mendapat balasan kemudahan dalam hidupnya.
Merupakan sebuah tantangan besar menjadi peserta (murid) di sebuah kelas daring. Pemberian materi dan penugasan melalui grup WA tidak selamanya disambut baik oleh peserta. Pasalnya, kesibukan peserta yang padat mengakibatkan membaca WA sepintas lalu. Bahkan mungkin tidak sempat membuka grup kelas. Kondisi peserta grup yang tidak selamanya online bersamaan juga menjadi kendala tersendiri. Tugas yang diberikan pagi oleh guru, bisa jadi akan dibaca oleh peserta pada siang hari atau bahkan pada malam hari.
Tuntutan memiliki adab mulia saat menuntut ilmu di kelas daring sebenarnya jika direnungi akan menguntungkan si peserta itu sendiri. Selain dipandang memiliki keelokan perilaku oleh anggota grup WA, juga membuat ilmunya mudah diserap. Tidak lantas merasa bahwa dia telah membayar ikut kursus/kelas daring, kemudian serta merta minta fasilitas ditelp sebagai pengingat saat akan tatap muka virtual. Bukankah yang demikian itu merupakan bagian dari keangkuhan? Merasa diri sebagai peserta (yang telah membayar) lebih tinggi derajatnya dari yang dibayar, dalam hal ini seorang guru. Lebih baik menimbang-nimbang dahulu saat akan ikut kelas daring, apakah saya memiliki waktu cukup untuk komitmen di kelas itu?
Yunita Purnamasari, S.Pd
Guru SD Al Falah Darussalam Sidoarjo
Tag
Baca Juga
-
Refleksi Kisah Perjuangan Birrul Walidain Seorang Tiko, Anak yang Berbakti pada Bu Eny
-
Memaafkan Tanpa Syarat, Benarkah sebagai Obat Mujarab?
-
5 Kiat Membuat Video Pembelajaran yang Memikat Murid, Guru Harus Paham
-
4 Kiat Lulus Tes Seleksi Akademik PPGDJ 2022
-
Mengulik Literasi Digital bagi Lansia: Seberapa Penting dan Berguna?
Artikel Terkait
-
RI Perlu Lompatan Pertumbuhan Ekonomi Agar Keluar dari Jebakan 'Batman'
-
Kocar-kacir Kelas Menengah RI, Rata-rata Tabungannya Tinggal Rp1,8 Juta
-
Nasib Kelas Menengah RI Makin Suram, Tahun Depan Penderitaan Belum Hilang
-
Bongkar Mitos SCBD: Realita Hidup Pekerja Kerah Putih Gaji Dua Digit
-
Tax Amnesty Dianggap Kebijakan Blunder, Berpotensi Picu Moral Hazard?
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?
-
Menyantap Pecel Lele Faza, Sambalnya Juara