Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Dwi Handriyani
Foto rontgen paru-paru. (Pexels/Anna Shvet)

Pada tanggal 24 Maret setiap tahunnya, kita memperingati Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia. Dilansir dari website resmi  WHO (who.int), peringatan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap konsekuensi kesehatan, sosial dan ekonomi yang dapat luluh-lantak akibat tuberkolosis atau TB. Hal itu juga untuk meningkatkan upaya mengakhiri epidemi TB secara global. 

Pada tahun ini, Hari TB Sedunia 2022 bertemakan "Invest to End TB, Save Lives". Tema tersebut diambil untuk menyampaikan kebutuhan mendesak dalam menginvestasikan sumber daya demi meningkatkan perjuangan dan mengakhiri tuberkulosis.

Situasi pandemi Covid-19 ini telah membahayakan kemajuan eliminasi TB, serta mematikan akses yang adil dalam pencegahan dan perawatan sesuai upaya WHO untuk mencapai Cakupan Kesehatan Universal. Semakin banyak investasi, semakin bisa juga menyelamatkan jutaan nyawa hingga mempercepat mengakhiri epidemi tuberkulosis.

TB, Penyakit Menular Mematikan yang Bisa Dicegah dan Disembuhkan

WHO mengingatkan kita bahwa tuberkolosis tetap menjadi salah satu penyakit menular yang paling mematikan di dunia. Setiap harinya, lebih dari 4.100 orang meninggal karena TB dan hampir 28.000 orang jatuh sakit akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan disembuhkan ini. 

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes RI, Didik Budijanto, pada konferensi pers virtual (22/3) di "Peringatan Hari TB Sedunia" menyebutkan bahwa penyakit tuberkulosis di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus 824ribu dan kematian 93ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. 

Didik mengatakan dari estimasi 824 ribu pasien TBC di Indonesia baru 49% yang ditemukan dan diobati sehingga terdapat sebanyak 500ribu-an orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan. Oleh karena itu, Kemenkes berencana akan melakukan skrining besar-besaran pada tahun ini untuk menemukan dan mengobati kasus tuberkolosis di Indonesia.

Penyakit Tuberkolosis hampir Menggagalkan Rencana Pernikahan Kami

Pasangan yang sedang bertengkar. ( Pexels)

Berbicara mengenai TB, penyakit itu sekitar 13 tahun lalu hampir menggagalkan rencana pernikahan kami. Hal itu bermula saat hasil pemeriksaan kesehatan calon suami yang kini sudah resmi menjadi suami divonis sebagai suspek TB. Hasil rontgen toraks memperlihatkan paru-paru yang agak berkabut putih.

Alhasil, suami harus rutin meminum obat anti TB selama 6 bulan dan teman mengingatkanku untuk menjadi PMO (Pengawas Menelan Obat). Meski suami selalu mengaktifkan alarm minum obat digawainya, tetapi sebagai calon istrinya juga selalu mengingatkan melalui SMS jadwal minum obatnya. Mengikuti saran dari teman-teman yang berprofesi tenaga kesehatan agar menunda pernikahan hingga selesai masa pengobatan TB.

Alhamdulillah, mendampingi calon suami selama meminum obat anti TB selama 6 bulan, akhirnya pernikahan kami pun bisa dilangsungkan dan hasil rontgen toraks terakhir menunjukkan paru-paru sudah bersih dari TB. 

Apa dan Bagaimana Kebutuhan PMO?

Pria sedang meminum obat. (Pexels)

Merangkum dari situs TB Indonesia, PMO adalah seseorang yang dekat dengan pasien TB yang dengan sukarela mau terlibat dalam pengobatan pasien TB hingga dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan. Tugas PMO ialah mendukung dan mensukseskan berlangsungnya pengobatan penyakit tuberkolosis.

Siapapun bisa menjadi PMO terhadap pasien yang terinfeksi TB, terutama orang terdekat pasien seperti keluarga, kerabat, atau saudara yang tinggal serumah dengan pasien. Bisa juga orang yang peduli dan sukarela mau terlibat dalam pengobatan pasien TB. Mereka berperan untuk mengawasi dan mendampingi pasien TB hingga dinyatakan sembuh oleh tenaga medis. Oleh sebab itu, PMO merupakan faktor pendukung untuk membantu proses kesembuhan pasien TB.

PMO yang baik wajib memiliki kriteria, sebagai berikut:

  1. Sehat jasmani dan rohani
  2. Bisa membaca dan menulis
  3. Bisa berkomunikasi dengan baik
  4. Tinggal dekat dengan pasien positif TB
  5. Dihormati, disegani, dan disetujui oleh pasien positif TB
  6. Bersedia mendampingi pasien dalam pengobatan di faskes (fasilitas kesehatan) rujukan
  7. Bersedia menerima penyuluhan dari petugas atau kader dalam pengobatan pasien TB.

Jadi, yuk bersama-sama kita cegah dan lawan TB. Sayang diri, sayangi keluarga, cegah TB dengan berperilaku hidup bersih dan sehat.

Dwi Handriyani