Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Budi Prathama
Ilustrasi mahasiswa akhir. (Pixabay/@geralt)

Setelah lama berkecimpung sebagai mahasiswa tentu akan dihadapkan yang namanya skripsi, pada kondisi inilah mahasiswa berada pada fase mahasiswa akhir. Ada mahasiswa yang lama pada fase ini ada juga yang tidak, tiap individu mahasiswa memiliki jalan masing-masing. 

Berada di fase mahasiswa akhir tentu ada hal berbeda waktu masih awal-awal menjadi mahasiswa. Mungkin dulunya masih bergelora semangat belajar dan berorganisasi, tetapi kalau sudah berada pada fase mahasiswa tingkat akhir tentu semangat itu mulai mengikis. Artinya ada tujuan lain yang harus disiapkan bagi mahasiswa tingkat akhir. 

Yang jelas tuntutan untuk mengerjakan skripsi jelas datang dari berbagai arah, baik dari dosen, keluarga, bahkan dari teman sekalipun. Apalagi kalau selalu dibandingkan dengan teman mahasiswa lain yang cepat selesai, maka jelas tuntutan yang banyak macamnya akan selalu menghantui dalam kehidupan kita sebagai mahasiswa akhir. 

Sebenarnya tuntutan untuk secepatnya mengerjakan skripsi tidaklah salah, namun yang mesti dipahami bahwa tiap mahasiswa memiliki tingkat kesulitan masing-masing dalam mengerjakan skripsi. Tak boleh kita menyetarakan semua jurusan mahasiswa akan sama semua dalam mengerjakan skripsi, atau akan selesai secara berbarengan. Jurusan yang ada di kampus memiliki tingkat kesulitan masing-masing, mestinya itu bisa dipahami bahwa cepatnya mahasiswa menyelesaikan skripsi juga sangat didukung dengan jurusan yang ia emban. 

Tuntutan dan kebimbangan 

Seringkali tuntutan datang dengan banyak macam kepada mahasiswa akhir, bukan hanya tuntutan agar bisa selesai mengerjakan skripsi. Tetapi, tuntutan juga bisa berupa kapan menikah dan kapan mendapatkan pekerjaan. Kondisi ini memang lumrah dan kadang tidak dipahami bahwa mahasiswanya sendiri juga telah memikirkan itu. 

Banyak tuntutan dan dihadapkan mahasiwa akhir dalam menghadapi pengerjaan skripsi yang sulit bisa saja akan mendatangkan kebimbangan. Saya sendiri kadang juga merasakan hal yang demikian. Saya dari jurusan matematika, selalu saja disandingkan dengan mahasiswa yang dari jurusan ilmu sosial yang cepat selesai. Sebenarnya tidaklah salah. Tetapi sedikit mengusik pikiranku kalau terlalu sering dibandingkan. 

Jurusan matematika tentu tidak bisa dibadingkan, semuanya ada ciri dan kesulitan masing-maisng. Mengerjakan skripsi matematika tentu tidak akan selancar mengetik yang dari jurusan ilmu sosial. Di jurusan matematika tentu akan selalu dihadapkan pada simbol-simbol abstrak yang tidak terdapat di papan keyboard. Terlebih itu, mengerjakan skripsi harus memahami betul konsep dan alur berpikirnya, karena kalau tidak tentu akan kewalahan dalam mengerjakan skripsi. 

Bahkan kalau dari awal memang tidak benar, maka selanjutnya pun akan salah. Begitulah konsep alur pengerjaan skripsi matematika saling terhubung dari awal hingga akhir, kalau dari awal ada yang salah maka selanjutnya pun akan salah. 

Kondisi demikian itulah yang kadang mendatangkan kebimbangan, di sisi lain banyaknya tuntutan bagi mahasiswa akhir. Sementara kondisi mahasiswa sendiri tak bisa dipahami, memang sulit dan tentu butuh perjuangan dan pemahaman secara bersama. 

Budi Prathama