Tampaknya, ada sentimen pada ‘Film Vina: Sebelum 7 Hari’, yang mana, nggak sedikit dari netizen menyayangkan peristiwa nyata (pembunuhan memilukan itu) harus difilmkan secepat ini. Begitulah, industri film memang seringkali menjadi panggung buat kisah nyata untuk tampil dan menyampaikan pesan-pesannya.
Seperti halnya "Vina: Sebelum 7 Hari", yang benar-benar mengambil utuh serangkaian kisah nyata atas pembunuhan Vina ke medium film. Namun, keputusan untuk mengangkat peristiwa tragis itu menjadi sebuah film, nyatanya memecah opini orang-orang, satu di antara opini itu ialah bahwa pembuatan film ini dianggap nggak etis.
Dan sebagai penikmat film, aku punya pandang pribadi. Begini, ya. Pada dasarnya membuat film berdasarkan peristiwa nyata yang belum lama terjadi bisa menjadi suatu bentuk penghormatan terhadap korban dan keluarganya. Dalam kasus ini, ‘Film Vina: Sebelum 7 Hari’ dapat menjadi sarana untuk mengingat dan memperingati korban, serta memperjuangkan keadilan yang belum benar-benar diperoleh si korban. Seandainya narasi visualnya kuat, film ini bisa saja membantu menyuarakan kebenaran yang mungkin belum terungkap sepenuhnya. (Semoga filmnya punya value yang bikin kisah nyata ini layak dibuat secepat ini)
Namun, di sisi lain, ada juga pertimbangan etis yang perlu dipikirkan. Ada risiko terkait pembuatan film semacam ini, yang bisa dianggap memanfaatkan tragedi untuk kepentingan finansial semata. Meskipun keluarga korban telah memberikan restu, masih ada penonton yang merasa nggak nyaman atau bahkan menolak untuk menyaksikan film tersebut karena terlalu dekat dengan peristiwa yang sebenarnya.
Kalau dipikir-pikir, tentang batasan antara menghormati privasi dan menghargai kesedihan keluarga korban, itu penting banget! Terlepas pembuatan filmnya diniatkan untuk menghibur masyarakat (sinefil). Intinya, restu dari publik itu perlu, terlepas restu dari pihak keluarga sudah diperoleh.
Sekarang pertanyaannya adalah: Apakah pembuatan film ini hanya dilakukan untuk cuan semata? Ini menjadi pertanyaan penting yang mungkin butuh kepekaan hati nurani untuk mengakuinya. Ya, tapi sebenarnya, banyak faktor bisa jadi pertimbangan dalam keputusan membuat film, termasuk motif produser, sutradara, dan penulis skenario. Meskipun profitabilitas adalah faktor yang nggak bisa diabaikan dalam industri film, tapi nggak jarang, juga ada motivasi yang lebih kuat, seperti misi untuk menyuarakan kebenaran kepada penonton.
Okelah kalau begitu. Berhubung film sudah dibuat, rasa-rasanya kita juga harus mengakui, bahwa pada dasarnya, film nggak selalu mewakili pandangan tunggal atau universal tentang suatu peristiwa. Setiap orang memiliki sudut pandang dan interpretasi yang berbeda-beda terhadap kisah yang sama. Oleh karena itu, meskipun ada penonton yang merasa nggak nyaman dengan pembuatan film ini, ada juga yang melihatnya sebagai peluang untuk mendalami peristiwa itu.
Pada akhirnya, keputusan untuk membuat film berdasarkan peristiwa nyata selalu memicu berbagai pertimbangan etis. Meskipun risikonya dianggap memanfaatkan tragedi untuk kepentingan komersial, tapi ada juga potensi untuk menyuarakan kebenaran yang belum terungkap. Jadi, dari sudut pandang manakah kamu menilainya? Ah, sebuah diskusi terbuka dan kritis tentang etika pembuatan film semacam ini sangatlah penting agar kita dapat memahami dampaknya secara lebih mendalam.
Kamu sudah nonton? Semoga filmnya bagus dan sesuai ekspektasimu, ya. Kita lihat saja nanti, apakah filmnya hanya bermodalkan viral, atau memang digarap dengan serius. ‘Film Vina: Sebelum 7 Hari’ sedang tayang di bioskop-bioskop kesayanganmu. Selamat nonton, ya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Ketika Horor Thailand Mengusung Elemen Islam dalam Film The Cursed Land
-
Review Film Laut Tengah: Ketika Poligami Jadi Solusi Menggapai Impian
-
Krisis Iman dan Eksorsisme dalam Film Kuasa Gelap
-
Kekacauan Mental dalam Film Joker: Folie Deux yang Gila dan Simbiotik
-
Sinopsis Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis, Kisah Haru Terinspirasi dari Lagu
Artikel Terkait
-
Hari Pertama Tayang, Film Danyang Mahar Tukar Nyawa Tayang di 160 Layar Bioskop
-
3 Drama dan Film Korea Dibintangi Lee Min Ki Tayang 2024, Terbaru Ada Devils Stay
-
Review Film Agatha All Along, Ambisi Dapatkan Kembali Kekuatan Sihir
-
Hasil Box Office Joker 2 Dinilai Mengecewakan, Warner Bros Beri Komentar
-
Baru Sebulan Jadi Bos NETV, Manoj Punjabi Mengundurkan Diri
Kolom
-
Jejak Kolonialisme dalam Tindakan Penjarahan: Jajah Bangsa Sendiri?
-
Desakan Krisis Iklim: Pemanfaatan Energi Berkelanjutan dan Green Jobs
-
Prabowo Subianto, Sebingkai Pesan Harapan yang Hendak Rakyat Titipkan
-
Thrifting: Gaya Hidup Hemat atau Ancaman Industri Lokal?
-
Thrifting: Gaya Hidup Hemat atau Ancaman Industri Lokal?
Terkini
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Gong Yoo di Netflix, Terbaru Ada The Trunk
-
3 Rekomendasi Toner Lokal Mengandung Calendula, Ampuh Redakan Kemerahan
-
Erick Thohir Cek Kondisi Rumput GBK Jelang Laga Timnas Indonesia vs Jepang
-
Tampil Modis dengan 4 Gaya Simpel ala Kang Mi-na yang Wajib Kamu Coba!
-
Ulasan Novel Little White Lies: Kehidupan Debutante yang Penuh Rahasia