Akhir-akhir ini kita digempur pemberitaan mengenai demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh masyarakat berbagai kalangan. Hal ini terjadi lantaran adanya dua pasal dalam revisi undang-undang(RUU) Pilkada yang menyulut amarah masyarakat.
Namun di tengah besarnya gelombang demonstrasi muncul kecaman ke masyarakat lainnya termasuk public figur untuk tidak tinggal diam meskipun tidak dapat turun melakukan aksi secara langsung.
Muncul seruan untuk tetap berkontribusi meski seminimal mungkin seperti hanya melalui media sosial ataupun melakukan donasi. Namun apakah hal itu perlu dilakukan? Apakah diam saja bukanlah sebuah pilihan?
Dalam sistem demokrasi, partisipasi aktif warga negara menjadi salah satu pilar utama. Ketika pemimpin atau pemerintah melakukan tindakan yang tidak seharusnya, diam bukanlah pilihan yang bijak.
Hal itu yang sedang terjadi di Indonesia saat ini. Ketika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh seorang pemimpin, memilih untuk diam bukanlah pilihan yang tepat.
Demokrasi yang sehat membutuhkan partisipasi aktif dari warganya untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan bahwa kepemimpinan yang ada bertanggung jawab.
Diam dalam situasi seperti ini dapat dianggap sebagai bentuk persetujuan atau ketidakpedulian terhadap tindakan yang merugikan publik.
Demokrasi memberikan hak kepada rakyat untuk mengawasi dan mengkritisi pemimpinnya. Ketika ada tindakan yang tidak sesuai, kritik dan protes menjadi mekanisme untuk mengingatkan pemimpin agar tetap berada di jalur yang benar.
Ketika rakyat memilih untuk diam, pemimpin bisa merasa bahwa tindakannya tidak akan mendapatkan perlawanan, yang pada akhirnya dapat mendorong penyalahgunaan kekuasaan. Suara rakyat sangat penting untuk memastikan bahwa kekuasaan tidak digunakan semena-mena.
Seperti yang ditulis dalam jurnal berjudul "Silence Is Not an Option" oleh Susan E. Smalling, keberanian untuk berbicara menentang ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan adalah inti dari demokrasi.
Demokrasi berfungsi dengan baik ketika masyarakatnya aktif dalam mengawasi tindakan pemimpin dan bersedia untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka ketika diperlukan.
Jika warga negara memilih untuk diam, ini dapat memberikan ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan untuk berkembang tanpa perlawanan.
Oleh karena itu penting bagi kita tetap bijak dan mulai bersuara dalam kondisi seperti ini. Tak perlu malu untuk ikut menyuarakan isu dimulai dari mempelajari isu yang ada.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Benarkah Gen Z Tak Bisa Kerja dengan Baik?
-
Viral Lomba Mirip Nicholas Saputra, Kok Bisa Kita Kembar dengan Orang Lain?
-
Penuh Chemistry! 4 Film dan Serial yang Dibintangi Dion Wiyoko bersama Sheila Dara
-
4 Film yang Diperankan oleh Kristo Immanuel, Terbaru The Shadow Strays
-
Orang yang Tepat di Waktu yang Salah Cuma Mitos, Stop Nyalahin Keadaan!
Artikel Terkait
-
Masa Tenang Pilkada DKI: Bawaslu Incar Pelaku Politik Uang Hingga Gang-gang Sempit!
-
Rocky Gerung Sebut Pilkada Sumut Jadi Harapan Terakhir Jokowi Pertahankan Dinasti
-
Hasto Beberkan Politik Jokowi dan Anies, Netizen Samakan dengan Fufufafa: Gak Punya Nyali!
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Regenerasi Terhambat: Dinasti Politik di Balik Layar Demokrasi
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
Ulasan Novel Under the Influence Karya Kimberly Brown, Kisah Cinta dan Kesempatan Kedua
-
Ulasan Novel Binding 13, Kisah Cinta yang Perlahan Terungkap
-
Shin Tae-yong Panggil Trio Belanda ke AFF Cup 2024, Akankah Klub Pemain Berikan Izin?
-
Sinopsis Film Death Whisperer 2, Aksi Nadech Kugimiya Memburu Roh Jahat
-
Maarten Paes Absen di Piala AFF 2024, Saatnya Cahya Supriadi Unjuk Gigi?