Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rion Nofrianda
Ilustrasi Generasi sandwich (Pexels/José Pérez Artesano)

Generasi sandwich merupakan fenomena sosial yang semakin umum di masyarakat modern, individu harus menjalankan peran ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengasuh bagi keluarga inti dan orang tua yang telah lanjut usia. Tekanan ini menciptakan tantangan yang kompleks, baik secara finansial, emosional, maupun psikologis. Dalam situasi ini, individu sering kali mengalami stres yang berkepanjangan akibat tuntutan yang terus menerus datang dari berbagai aspek kehidupan mereka.

Penelitian Amalina dan Abidin (2024) dalam jurnal psikologi Psikostudia bertujuan untuk memahami strategi koping yang digunakan oleh individu dalam generasi sandwich, khususnya mereka yang berada dalam tahap dewasa awal (18-39 tahun). Menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi, penelitian ini menggali pengalaman subjektif mereka dalam menghadapi tekanan hidup dan bagaimana mereka mengembangkan mekanisme adaptasi yang memungkinkan mereka bertahan dalam kondisi yang menuntut.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2023), populasi lansia di Indonesia terus meningkat, yang berarti semakin banyak individu yang harus mengemban tanggung jawab sebagai perawat bagi orang tua mereka. Dalam konteks ini, generasi sandwich harus menghadapi berbagai tantangan yang signifikan.

Tekanan ekonomi menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kesejahteraan mereka. Membiayai kebutuhan anak-anak sambil tetap memberikan dukungan finansial kepada orang tua menciptakan tekanan keuangan yang luar biasa. Selain itu, konflik peran kerap terjadi ketika individu harus membagi waktu dan energi mereka antara pekerjaan, keluarga inti, serta perawatan orang tua. Tidak jarang mereka harus berhadapan dengan dilema moral yang mendalam memilih antara karier yang dapat meningkatkan kesejahteraan finansial keluarga atau merelakan sebagian besar waktu mereka untuk merawat orang tua yang semakin menua. Kondisi ini dapat menimbulkan tekanan emosional yang besar dan berkontribusi terhadap peningkatan risiko gangguan kesehatan mental, seperti stres, kecemasan, dan burnout.

Tekanan tidak hanya muncul dari faktor ekonomi, tetapi juga dari perubahan dinamika sosial dan budaya. Di banyak negara, terutama di Indonesia yang memiliki nilai kekeluargaan yang kuat, ada ekspektasi sosial bahwa anak harus bertanggung jawab atas kesejahteraan orang tua mereka di masa tua. Ekspektasi ini sering kali berbenturan dengan realitas modern, di mana individu juga diharapkan untuk sukses dalam karier dan membangun keluarga yang sejahtera. Konflik antara tuntutan tradisional dan kebutuhan pribadi ini menciptakan beban psikologis yang berat bagi individu generasi sandwich.

Selain itu, tantangan fisik juga menjadi bagian dari kehidupan mereka. Merawat orang tua yang mengalami penurunan kesehatan, seperti demensia atau penyakit kronis lainnya, membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra. Banyak individu yang akhirnya mengalami kelelahan fisik akibat harus menjalankan berbagai peran dalam waktu yang bersamaan. Situasi ini semakin kompleks ketika mereka sendiri mengalami masalah kesehatan akibat tekanan hidup yang berlebihan.

Dalam menghadapi tekanan ini, individu generasi sandwich mengadopsi berbagai strategi koping yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama: problem-focused coping, emotion-focused coping, dan avoidance coping.

Problem-focused coping merupakan strategi yang berorientasi pada penyelesaian masalah secara langsung. Individu yang menerapkan pendekatan ini cenderung mengambil tindakan konkret seperti menyusun perencanaan keuangan, mendiskusikan pembagian tugas dengan pasangan, atau mencari dukungan dari keluarga besar dan tenaga profesional. Mereka juga mengembangkan mekanisme proaktif untuk mengatasi tantangan yang dihadapi, seperti meningkatkan keterampilan manajemen waktu dan mencari sumber pendapatan tambahan guna meringankan beban finansial. Sebagai contoh, beberapa individu memilih untuk bekerja secara fleksibel atau menjalankan usaha sampingan agar tetap dapat memenuhi tanggung jawab finansial tanpa harus mengorbankan terlalu banyak waktu bersama keluarga.

Di sisi lain, emotion-focused coping berfokus pada upaya mengelola tekanan emosional akibat beban peran yang tinggi. Strategi ini melibatkan pencarian dukungan sosial untuk mendapatkan penguatan emosional, reinterpretasi positif terhadap situasi yang dihadapi, serta penggunaan pendekatan spiritual seperti berdoa atau mengikuti kegiatan keagamaan untuk memperoleh ketenangan batin. Beberapa individu juga menunjukkan kemampuan untuk menerima kondisi mereka dengan sikap yang lebih terbuka dan fleksibel, yang memungkinkan mereka menyesuaikan diri dengan perubahan yang tidak dapat mereka kendalikan. Dukungan dari komunitas atau kelompok berbagi pengalaman juga terbukti membantu individu dalam mengatasi tekanan emosional. Berbagi pengalaman dengan individu lain yang menghadapi situasi serupa dapat memberikan perspektif baru serta mengurangi perasaan kesepian dan keterasingan.

Sementara itu, avoidance coping adalah strategi yang lebih bersifat menghindari atau menolak kenyataan, yang dalam beberapa kasus dapat berujung pada dampak negatif. Beberapa individu memilih untuk mengabaikan masalah yang ada, baik dengan menolak mengakuinya maupun dengan mengalihkan perhatian mereka ke aktivitas yang kurang produktif. Dalam kondisi ekstrem, beberapa individu bahkan mengembangkan kebiasaan tidak sehat, seperti penggunaan alkohol atau zat adiktif lainnya sebagai bentuk pelarian dari tekanan yang mereka alami. Selain itu, ada pula yang mengalami depresi dan kehilangan motivasi untuk menjalani kehidupan sehari-hari akibat tekanan yang tak kunjung reda. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mengenali tanda-tanda avoidance coping yang merugikan dan segera mencari bantuan profesional jika diperlukan.

Fenomena generasi sandwich dewasa awal menunjukkan bahwa individu dalam kategori ini menghadapi tantangan yang signifikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, strategi koping yang mereka terapkan memungkinkan mereka untuk tetap bertahan dan menjaga kesejahteraan psikologis mereka.

Studi ini menemukan bahwa pendekatan problem-focused coping dan emotion-focused coping cenderung lebih efektif dalam membantu individu mengelola tekanan hidup dibandingkan avoidance coping. Oleh karena itu, penting bagi individu generasi sandwich untuk mendapatkan dukungan sosial yang memadai, baik dari keluarga maupun lingkungan sekitar. Selain itu, akses terhadap layanan psikologis dan keuangan juga dapat menjadi faktor kunci dalam membantu mereka mencapai keseimbangan antara berbagai tuntutan kehidupan. Kesadaran akan pentingnya strategi koping yang adaptif perlu terus ditingkatkan agar individu dalam generasi ini dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat, stabil, dan sejahtera.

Dengan memahami tantangan dan strategi koping yang digunakan oleh individu dalam generasi sandwich, diharapkan kebijakan sosial dan program dukungan dapat lebih diarahkan untuk membantu mereka mengurangi beban yang mereka hadapi. Pendekatan berbasis komunitas, pelatihan manajemen stres, serta edukasi keuangan menjadi langkah-langkah yang dapat membantu generasi ini untuk tetap berfungsi secara optimal tanpa mengorbankan kesejahteraan mereka sendiri.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Rion Nofrianda