Ernest Prakasa bilang dalam sebuah podcast di YouTube, Gema punya sisi Introvert dalam Film Tinggal Meninggal. Nah, Gema mungkin gambaran introvert yang benar-benar relate, tapi dibikin versi ekstrem. Kayak introvert yang sudah kelamaan tenggelam di ruang sendiri sampai lupa gimana caranya nyemplung ke dunia orang lain.
Banyak orang pikir introvert itu artinya pendiam, nggak suka ngobrol, atau ‘anti-sosial’. Padahal nggak sesederhana itu. Buat introvert, ngobrol bukan hal yang gampang karena energi sosial itu terbatas. Para introvert bisa banget ketemu orang, ketawa, dan hangout, tapi setelah itu biasanya langsung butuh waktu sendirian buat ‘recharge’.
Karakter Gema nunjukin itu lewat rutinitasnya. Dia datang ke kantor, duduk di mejanya, melakukan tugasnya, tanpa usaha berlebihan buat nyari perhatian (terlepas dirinya pun butuh diperhatikan). Bukannya nggak mau ngobrol, tapi kayak ada tembok transparan yang bikin dia dan dunia luar terpisah. Dan satu-satunya tempat dia merasa bebas adalah ketika dia ngobrol langsung ke kamera, kayak introvert yang cuma bisa ‘jadi dirinya’ di ruang aman.
Ada alasan kenapa Gema segitu tertutupnya. Film ini ngasih latar belakang yang cukup pahit. Ayahnya kabur setelah menipu banyak orang, ibunya sibuk cari pasangan baru, dan dia tumbuh tanpa figur yang bisa dia percaya. Buat introvert, kehilangan ‘base camp’ emosional kayak gini bikin makin narik diri.
Introvert mungkin kelihatan tenang di luar, tapi di dalam, pikiran kayak simpanan folder-folder penuh catatan lama. Satu kejadian buruk di masa kecil bisa jadi file yang terus terbuka di background, yang bikin selalu waspada.
Terkait perhatian. Nah, ini paradoks terbesar introvert. Ingin diakui dan dianggap ada, dihargai, bahkan diperhatikan, tapi di saat yang sama takut kalau itu beneran kejadian.
Gema mengalami puncaknya ketika ayahnya meninggal. Mendadak dia jadi pusat perhatian di kantor. Semua orang yang tadinya cuma nyapa sekilas, tiba-tiba ngajak ngobrol, nyemangatin, bahkan menemaninya. Buat introvert, perhatian kayak gini rasanya campur aduk: hangat, tapi juga bikin kikuk.
Masalahnya, begitu masa berkabung selesai, semua perhatian itu hilang. Gema balik lagi ke status ‘nggak terlihat’. Dan di sinilah sisi gelapnya muncul, dia mulai mikir cara mempertahankan momen itu, meskipun harus lewat langkah absurd dan nekat.
Introvert punya satu skill bawaan, yaitu overthinking. Nggak semua overthinking itu buruk, tapi seringnya bikin capek. Kita mikirin semua kemungkinan, semua skenario, bahkan yang paling nggak mungkin. Gema jelas punya ini.
Setiap kali Gema dapat perhatian, pikirannya langsung penuh tanda tanya: “Apakah mereka benar-benar peduli? Apa cuma basa-basi? Kalau nanti aku nggak menarik lagi, mereka bakal pergi, kan?” Dan dari overthinking inilah muncul tindakan-tindakan yang akhirnya nyeret dia ke titik nggak bisa balik.
Film Tinggal Meninggal memang jago banget menggambarkan kesepian yang nggak selalu kelihatan di permukaan. Banyak orang kira kesepian itu cuma soal nggak punya teman atau pasangan. Padahal, kesepian itu bisa hadir bahkan di tengah keramaian, apalagi buat introvert.
Gema tiap hari ada di kantor, dikelilingi rekan kerja, tapi tetap merasa sendirian. Itu karena buat introvert, ‘kehadiran’ orang lain nggak otomatis bikin kita merasa terhubung. Yang dicari adalah hubungan yang dalam, bukan sebatas obrolan ringan di pantry.
Dari kacamata introvert, aku melihat perjalanan Gema kayak peringatan halus:
Kesepian itu nggak salah, tapi jangan dipelihara sampai jadi monster. Cari koneksi yang tulus, nggak perlu banyak, yang penting ada satu-dua orang yang bener-bener ngerti kita. Perhatian itu bonus, bukan sumber hidup. Kalau kita mengandalkan perhatian orang buat merasa berharga, kita bakal gampang banget hancur begitu itu hilang.
Karakter Gema mungkin fiksi, tapi perasaan yang dia bawa ke layar itu nyata banget buat banyak orang.
Film Tinggal Meninggal mungkin dikemas sebagai komedi gelap, tapi buat introvert, ini bisa jadi cerminan yang agak bikin nggak nyaman. Misalnya, bisa lihat bagian-bagian diri yang biasanya disembunyikan, mulai dari rasa takut diabaikan dan rasa ingin dianggap.
Buat Sobat Yoursay yang introvert, di mana pun berada, tenang saja. Kamu nggak sendirian. Semangat!
Baca Juga
-
Review Film The Map That Leads to You: Cinta yang Nggak Pakai Logika
-
Sejauh Mana Film Memandang Materialistis Lewat Drama Percintaan?
-
Sinopsis Film Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat, Tayang Bulan Depan
-
Saat Film Berani dan Lantang Membahas Amyotrophic Lateral Sclerosis
-
Review Film Went Up the Hill: Kala Duka Nggak Pernah Mau Pergi
Artikel Terkait
-
Review Film The Map That Leads to You: Cinta yang Nggak Pakai Logika
-
Film Biopik Kobe Bryant Tengah Digarap, Soroti Awal Karier sang Legenda NBA
-
Steffi Zamora Bongkar Pengalaman Emosional Syuting di Tengah Cuaca Ekstrem Uzbekistan
-
7 Fakta Menarik Mothernet, Film Sci-Fi Dian Sastrowardoyo yang Siap Mendunia
-
Akhir Era Ethan Hunt! Mission Impossible Final Reckoning Tayang di Catchplay+
Kolom
-
Bukan Sekadar Candu: Membesarkan Generasi Alpha di Tengah Kepungan Layar
-
Self-care di Era Kapitalisme: Healing atau Konsumerisme Terselubung?
-
Bumi Tak Perlu Berteriak: Saatnya Kita Lawan Krisis Air dari Sekarang
-
Belajar dari Malaysia: Voucher Buku sebagai Investasi Masa Depan Literasi
-
Suara Anak Muda untuk Bumi: Cinta Indonesia, Kok Masih Buang Sampah?
Terkini
-
Maxwell Souza Nilai Persija Pantas Menang Lawan Malut United, Apa Sebabnya?
-
I Find You oleh Doyoung NCT: Ungkapan Rindu dan Penyesalan yang Mendalam
-
Ucapan Deddy Sitorus soal Rakyat Jelata Jadi Sorotan, Melanie Subono Ikut Menyindir
-
Dari Vokalis Band ke Senayan: Kisah Transformasi Pasha Ungu dan Jebakan Hoaks yang Mengintai
-
Merdeka dari Energi Fosil: Menyelamatkan Bumi dengan Energi Terbarukan