Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | dinan arkani waluyantara
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. [Dok Kementerian Perhubungan]

Setiap orang memiliki gaya dan pendekatan kepemimpinan yang berbeda, hal ini dapat dilihat ketika sosok tersebut dihadapkan pada sebuah konflik dan permasalahan dalam skala besar maupun kecil, contohnya seperti dalam menghadapi permasalahan yang sedang dialami Indonesia pada saat ini terkait dengan masuknya pandemi COVID-19 ke Indonesia.

Kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020 dan ditemukan pada dua orang WNI (Warga Negara Indonesia) yang terbukti positif terkena virus corona (Idhom, 2020).

Tidak lama kemudian, pada tanggal 14 Maret 2020 Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya, pertama kali terdeteksi positif COVID-19, informasi tersebut disampaikan oleh Kepala RSPAD Gatot Subroto, Budi Sulistya yang menyebutkan bahwa ada satu pejabat yang terkonfirmasi sebagai pasien kasus 76 COVID-19.

Kemudian, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno mengatakan bahwa pejabat yang dimaksud adalah Menhub Budi Karya. Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara) juga mengumumkan penunjukan Menko (Menteri Koordinator) bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan sementara akan menggantikan posisi Budi Karya sebagai Menhub Ad Interim.

Menhub Budi Karya dinyatakan telah sembuh dari COVID-19 yang sempat menyerangnya pada tanggal 27 April 2020 dikutip dari keterangan resmi di laman Kementrian Perhubungan (Azanella, 2020).

Setelah sembuh dari COVID-19 dan menjalani isolasi mandiri, Menhub Budi Karya kembali bekerja normal pada 5 Mei 2020 (Jannah, 2020).

Mengikuti kembalinya Menhub Budi Karya dalam jabatannya, berbagai kebijakan mulai dilaksanakan dibawah kepemimpinan beliau, mulai dari diperbolehkannya pejabat negara dan DPR untuk bepergian keluar wilayah dengan syarat untuk kepentingan tugas, hingga memperbolehkan beroperasinya semua moda transportasi secara normal sejak 7 Mei 2020, pelonggaran beroperasinya semua moda transportasi tersebut merupakan penjabaran dari Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19, namun Budi Karya menegaskan bahwa penjabaran bukan relaksasi, semua moda transportasi kembali beroperasi dengan catatan menggunakan protokol kesehatan yang ketat. Keputusan tersebut diambil dengan tujuan agar perekonomian nasional tetap berjalan (CNN Indonesia, 2020).

Gary Yukl menyebutkan dalam bukunya yang berjudul “Leadership In Organizations”, salah satu pendekatan dalam kepemimpinan merupakan pendekatan situasional, yaitu pendekatan yang menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan situasi dan lingkungan yang ada.

Maka dari itu, keputusan Menhub untuk melonggarkan moda transportasi sebagai penjabaran dari Peraturan Menteri Nomor 25/2020 dengan tujuan untuk memastikan bahwa perekonomian nasional tetap berjalan, sesuai dengan teori pendekatan situasional yang disebutkan oleh Gary Yukl.

Terlebih kondisi perekonomian Indonesia sendiri yang sedang mengalami penurunan pertumbuhan pada berbagai sektor, seperti rumah tangga, investasi, dan transportasi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 (Ulya, 2020).

Namun, kebijakan tersebut menuai berbagai macam reaksi publik, terlebih meskipun moda transportasi beroperasi secara normal, larangan mudik yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo seperti yang tertuang pada Permenhub Nomor 25/2020 Pasal 1 Ayat 2 dan Pasal 3 tetap dilaksanakan (Setiawan, 2020).

Ketua Komisi B DPRD DKI, Abdul Aziz, menilai bahwa kebijakan tersebut membingungkan, kebijakan untuk membuka seluruh transportasi pada 7 Mei 2020 dan larangan mudik yang diberlakukan hingga 31 Mei 2020 memberikan kesan bahwa terjadi inkonsisten pemerintah pusat dengan pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Abdul Aziz juga menuturkan bahwa kebijakan melonggarkan operasional transportasi seharusnya didahulukan dengan konsultasi kepada ahli yang kompeten dan mempertimbangkan data penambahan kasus COVID-19 di Indonesia yang setiap harinya terus menerus meningkat.

Menurut Abdul Aziz, seharusnya relaksasi kebijakan seperti itu menunggu terjadinya penurunan grafik pada data kasus pasien yang terinfeksi virus corona, beliau menganggap bahwa pemerintah keliru dalam menentukan fokus kebijakan.

Menurut beliau, permasalahan pandemi yang melanda Indonesia merupakan masalah kesehatan, namun pemerintah malah memberikan kesan seperti berkonsultasi kepada ahli ekonomi dalam mengatasi masalah kesehatan. Abdul Aziz juga menambahkan bahwa bagaimanapun keadaannya, ekonomi nasional memang sedang mengalami penurunan, namun jika pemerintah salah mengambil langkah kebijakan dalam mengatasi COVID-19, wabah tersebut akan menimbulkan permasalahan dalam skala besar yang lebih merugikan dan sulit untuk diatasi (TEMPO.CO, 2020).

Selain Ketua Komisi B DPRD DKI, Bupati Bogor, Ade Yasin juga menganggap bahwa aturan dari Kemenhub tersebut akan menjadi hambatan bagi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), beliau juga menuturkan bahwa aturan-aturan yang tidak konsisten di level pemerintah pusat membingungkan, regulasi yang tumpang tindih juga menjadi hambatan bagi beliau dalam melaksanakan suatu aturan.

Mendorong pernyataan Ade Yasin, Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta menilai bahwa pembukaan moda transportasi secara normal kurang tepat.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan mengatakan bahwa kebijakan yang berkaitan dengan komersial seperti ini tidak sensitif, terlebih yang dilibatkan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Ia berharap, pemerintah pusat tidak bertindak secara gegabah dalam mengambil keputusan kebijakan untuk mengatasi pandemi COVID-19 (Sapitri, 2020).

Berdasarkan perspektif dan reaksi dari beberapa pihak tersebut, pendekatan situasional yang dilakukan oleh Menhub mendapatkan reaksi penolakan, penggunaan pendekatan kepemimpinan yang dilakukan Menhub seharusnya diikuti dengan analisis yang menyeluruh terhadap keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat.

dinan arkani waluyantara

Baca Juga