Baru kelar nonton Pencarian Terakhir, film horor soal misteri hilangnya ibu di gunung angker yang bikin jantung mau copot tiap adegan. Begitu kredit bergulir, aku langsung keinget: “Eh, ini kan 28 Agustus, barengan rilis Panji Tengkorak!”
Tanpa mikir panjang, aku beli tiket impulsif. Dari horor pindah ke animasi laga silat—dan itu keputusan terbaik. Rasanya kayak switch mode dari survival mistis ke epic battle Nusantara.
Panji Tengkorak diadaptasi dari komik legendaris Hans Jaladara era 60-an, digarap Falcon Pictures dengan sutradara Daryl Wilson. Durasinya 94 menit, baru tayang hari ini, dan langsung rame.
Ceritanya berlatar abad ke-15, saat perang antar kerajaan memanas. Panji (disuarakan Denny Sumargo) punya hidup kelam: istrinya, Murni (Nurra Datau), dibunuh karena perebutan kitab ilmu hitam. Demi balas dendam, ia jual jiwa—tapi malah dikutuk abadi, tubuhnya dikuasai kegelapan, hidup dalam penderitaan.
Yang bikin film ini kuat bukan cuma aksi silatnya, tapi juga eksplorasi batin Panji. Ia mengembara dengan topeng tengkorak—dari sinilah julukan Panji Tengkorak lahir.
Dalam perjalanannya, ia bertemu Lembugiri (Cok Simbara) yang mengajaknya memburu pencuri pusaka Adidaya, senjata sakti yang bisa hapus kutukan. Dari sini Panji terseret ke konflik besar antara kerajaan Madyantara dan Aryadwipa.
Deretan karakter tambah berwarna: Bramantya (Donny Damara) sebagai antagonis licin, Gantari (Aghniny Haque) yang bawa nuansa romantis, Kalawereng (Tanta Ginting) si bandit culas, sampai Panglima Wirabaya (Donny Alamsyah).
Ceritanya penuh twist, dalem banget soal dendam, pengampunan, dan pencarian jati diri. Ada bagian introspeksi yang agak melambat, tapi justru bikin emosinya lebih ngena.
Review Film Panji Tengkorak
Visualnya? Mantap jiwa! Animasi 2D plus matte painting bikin latar kerajaan dan hutan mistis kelihatan megah sekaligus sinematik. Gerakan silatnya fluid banget, terutama pas Panji lawan gerombolan bandit atau duel klimaks di istana, epic parah.
Ada selipan referensi ala Gear 5 One Piece yang bikin senyum-senyum, meski kadang soundtrack-nya agak overpower. Efek ilmu hitamnya gelap, moody, bikin tegang tapi nggak lebay.
Dibanding animasi lokal sebelumnya kayak Jumbo atau Merah Putih One For All, ini jauh lebih dewasa, rated TV-MA, penuh darah, tebasan pedang, tapi tetap artistik.
Produksinya makan waktu tiga tahun, melibatkan 250 animator, dan hasilnya kelihatan: detail kostum silat Nusantara, jubah Panji sampai senjata pusaka, semuanya autentik dan on point. Buat standar anime Jepang pun, ini udah kompetitif.
Pengisi suaranya juga juara. Denny Sumargo sebagai Panji = perfect match! Suaranya dalam, emosional, bikin merinding pas monolog penyesalan. Aghniny Haque (Gantari) lembut tapi kuat, Donny Damara (Bramantya) villainous banget, Cok Simbara (Lembugiri) bijak, plus cameo suara Prit Timothy dan Revaldo yang bikin makin hidup.
Soundtrack juga enggak kaleng-kaleng—duet Iwan Fals x Isyana Sarasvati di lagu “Bunga Terakhir” versi baru itu goosebumps abis. Pas diputar di flashback Murni, auto netes air mata. Katanya Iwan Fals sampai rekam ulang 30 kali biar feel-nya dapet, dan hasilnya emang versatile banget.
Secara keseluruhan, Panji Tengkorak bukan sekadar film animasi, tapi revival budaya pop Indonesia. Bukti kalau cerita silat klasik bisa dibawa kekinian tanpa kehilangan rohnya.
Minusnya memang beberapa fight scene kepanjangan, ending agak predictable buat yang baca komik. Tapi overall, 8.5/10. Kalau suka anti-hero kompleks ala The Batman atau John Wick versi silat, ini wajib tonton. Apalagi aku nonton setelah Pencarian Terakhir—kontrasnya gokil: dari horor mistis ke hero’s journey epik. Soreku jadi unforgettable.
Jangan tunggu lama, langsung ke bioskop deh. Animasi lokal lagi naik daun—dukungan kita bisa bikin sekuel atau bahkan live-action Denny Sumargo jadi kenyataan. Siapa tahu Panji Tengkorak jadi Marvel-nya Indonesia, kan?
Baca Juga
-
Review Film Pencarian Terakhir: Misteri Gunung yang Bikin Merinding!
-
Menendang Stereotip: Futsal Perempuan Mengubah Persepsi
-
Review Film Princess Mononoke: Mahakarya Studio Ghibli yang Abadi
-
Review Film My Beloved Stranger: Kisah Penyesalan yang Mendalam
-
Masa Depan Futsal: Tren dan Inovasi di Dunia Olahraga
Artikel Terkait
News
-
Sindir Pratama Arhan? Ibu Azizah Salsha Singgung soal Suami Harus Dahulukan Istri
-
Bandung Siap Jadi Pusat Inovasi Hijau Nasional Lewat Bandung Sustainability Summit 2025
-
Sadis! Ustaz Evie Effendi Diduga KDRT Putrinya hingga Ponsel Dirampas
-
Pegawai DPR Ramai-Ramai WFH Jelang Aksi Besar Buruh di Senayan, Ada Apa?
-
Cryptic Pregnancy: Hamil Tanpa Gejala, Kok Bisa Nggak Ketahuan Sama Sekali?
Terkini
-
Bukan soal NIK, Masalahnya di Distribusi: Mengupas Kebijakan Gas Elpiji
-
3 Pemain yang jadi Saingan Sandy Walsh di Klub Buriram United, Siapa Saja?
-
Rayakan Ulang Tahun ke-24, Ini 6 Rekomendasi Drama China Zhang Kangle
-
BWC 2025: Jadwal Laga 9 Wakil Indonesia di Babak 16 Besar
-
Review Film Pencarian Terakhir: Misteri Gunung yang Bikin Merinding!