Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Pekik
Ilustrasi Hujan. (Erik Witsoe/Unsplash)

Dikisahkan, ada seorang guru sedang mengajar matematika kepada murid-muridnya di dalam kelas.

"2 + 2 = 4; 4 + 4 = 8; 8 + 8 = 16 dan 9 + 9 = 19"

Langsung semua murid di dalam kelas serempak menjawab dengan keras sembari tertawa "Salah Bu!"

Ibu guru mengiyakan jawaban murid-muridnya dan berkata, "Ibu sudah tahu bahwa 9 + 9 = 19 itu salah. Sengaja Ibu lakukan itu untuk memberikan sebuah pelajaran kepada kalian, anak-anakku."

Apakah gerangan pelajaran yang diberikan oleh Ibu guru di atas? Hal itu berkaitan dengan kebaikan dan keburukan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Terkadang kita tidak sadar ketika melihat orang yang kita kenal melakukan kesalahan dengan entengnya kita mencap jelek orang tersebut. Meskipun tidak diucapkan secara langsung, minimal hati kita yang mengatakan itu.

Padahal banyak juga kebaikan yang orang tersebut lakukan. Tapi, mengapa kita masih saja fokus pada satu kesalahan yang ia lakukan.

Sebagai contoh dalam kehidupan berumah tangga. Tak jarang antara suami dan istri menjadi cek-cok bahkan ujungnya sampai bercerai hanya karena kesalahan-kesalahan  diperbuatnya dan tidak mengingat kebaikannya masing-masing.

Suami menyalahkan istri ketika celana kerjanya yang disetrika menjadi gosong karena terlalu panas. Padahal saat menyetrika baju, sang istri juga sedang menghangatkan makanan.

Begitupun sang istri, menyalahkan suaminya, karena tidak membantu mencucikan baju-baju yang kotor. Sang istri menganggap suaminya tidak pernah membantu kerepotan istrinya. Padahal sang suami sudah kelelahan karena seharian mencari nafkah.

Kembali lagi pada cerita guru dan murid di atas. Ibu guru telah mengajarkan tiga soal matematika tersebut dengan benar dan hanya satu yang salah. Mengapa tidak ada yang memuji ketiga soal yang benar tersebut. Malah fokusnya hanya satu kesalahan itu.

Inilah yang sering terjadi di kehidupan kita. Kita sering lupa dengan 100 kebaikan yang seseorang lakukan. Hanya karena kita tidak berkenan dengan satu kesalahannya saja.

Peristiwa ini dikenal juga dengan sebutan "100 - 1 = 0". Kenapa jumlah angka 100 hanya dikurangi satu bisa menjadi nol? Kalau dalam hitungan matematika itu salah. Akan tetapi dalam matematika kehidupan, hal itu menjadi fenomena yang lumrah terjadi.

Kita cenderung lebih mudah untuk meneliti dan melihat kesalahan orang lain. Lalu, jarangnya kita untuk berinteropeksi diri menjadi alasan mengapa kita selalu menganggap diri kita yang paling benar.

Seseorang melakukan kesalahan adalah tindakan manusiawi. Yang menjadi soal adalah sikap kita terhadap kesalahannya tersebut. Apakah kita akan menganggapnya sebagai kesempatan untuk menghakiminya ataukah menjadikannya sebagai sebuah pelajaran untuk berefleksi diri agar kita tidak jatuh ke lubang yang sama? Itu adalah pilihan.

Tidak jarang, kita diam-diam bersorak dibalik kesalahan orang lain. Karena hal itu bisa jadi bahan tertawaan atau pembicaraan. Apalagi yang melakukan kesalahan itu adalah oranh yang tidak kita senangi. Semakin lebar kesempatan untuk menjelek-jelekannya.

Inilah pelajaran yang sebaiknya kita ambil. Bahwa kita perlu selalu mengingat-ingat kebaikan orang lain. Jangan hanya karena satu kesalahan kecil, lantas kita pun mengabaikan semua kebaikannya.

Perlu kita ingat bahwa setiap manusia itu memliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu, janganlah kita mudah menghakimi.

Ibarat kata pepatah mengatakan, "Panas setahun terhapus oleh hujan sehari". Kebaikan dalam satu tahun hilang begitu saja, hanya karena satu kesalahan.

Kurangilah memikirkan kekurangan dan kelemahan orang lain. Sering-seringlah kita mengingat kebaikannya. Semoga bermanfaat.

Pekik