Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Fachry
Ilustrasi Puisi. (pixabay)

Ku pahat wajahmu pada malam, pada langit yang masih menyimpan rindu dendam

Ku pahat wajahmu pada malam, pada kening bintang-bintang yang nyaris temaram

Ku pahat wajahmu pada malam,  pada terang sinar sang rembulan

Ku pahat wajahmu pada malam,  pada angin yang utuh bersemayam

Ku pahat wajahmu, dengan segenap rinduku

Ku pahat wajahmu pada malam, gelap yang lindap menyelinap

Ku pahat wajahmu pada malam, pada tembang yang mendendangkan kasih sayang

Ku pahat wajahmu pada malam, pada lamunan yang mengkhayalkan belaian tangan

Ku pahat wajahmu pada malam, pada inti dari dalamnya perasaan

Ku pahat wajahmu,  dengan batu bisu

Lagi...

Ku pahat wajahmu pada malam, pada tanah yang merekah dengan resah

Ku pahat wajahmu pada malam, pada bunga yang mekar dengan sukar

Ku pahat wajahmu pada malam, pada ranting yang menggugurkan daun-daun hasrat

Ku pahat wajahmu pada malam, pada batang pohon yang menggoyangkan kerinduan

Ku pahat wajahmu, dengan akar liar yang menjalar menusuk nalar

Ku pahat wajahmu, kekasihku, pada keutuhan malam, sebab hanya di dalam keutuhan malam aku bisa mematah bayanganmu: bersanding, di antara rindu dan sepiku

Ku pahat wajahmu, wahai kekasihku, sebab aku tak lagi mampu menahan dentuman deru rindu: di satu sisi, aku pun enggan bila harus mengganggu alam pikiranmu dengan kehadiranku

Maka dari itu, biarkanlah aku memahat wajahmu pada dinding-dinding malam. Dan biarkanlah aku menyandingkan wajahmu di antara bulan dan bintang-gemintang: agar mereka tak lagi berdebat, tentang siapa yang paling terang

Ku pahat wajahmu, kekasihku, pada keutuhan malam, sebait lagi akan ku selesaikan

Ku pahat wajahmu, kekasihku, pada keutuhan malam; ukiran terpendam dari gairah masa muda

Ku pahat wajahmu, kekasihku, pada keutuhan malam; pada mimpi yang terus berjalan menemui sunyi

Ku pahat wajahmu, kekasihku, pada keutuhan malam; pada dada yang kian berjelaga mengepulkan asap pekat

Ku pahat wajahmu, kekasihku, pada keutuhan malam; pada nasib yang kian menggelantungkan kepedihan

Ku pahat wajahmu, kekasihku, pada keutuhan malam; pada seluruh keheningannya...

Bogor, 29 Agustus 2021

Fachry