Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Ilustrasi Orang yang Rindu. (Pixabay)

Kerinduan bersemi dalam musim hujan yang menemani diriku sepanjang sore hingga esok pagi. Untaian kepergianmu yang telah terhantar padaku. Seakan aku masih tak yakin kau meninggalkanku begitu cepat. Sakit yang kau rasakan pada raganya amat menyiksamu. Hingga Tuhan memanggilmu dalam tenang menuju kelanggengan yang sejati. 

Kau adalah sahabat sejati yang sangat aku cintai. Kau seperti saudaraku sendiri. Dimanapun, kau selalu menemaniku kala aku sedang diguncang duka pilu. Kau sebuah pelita yang melawan segala kegelapan langkahku yang amat menyulitkan dalam rona kehidupanku. Rona kehidupan yang begitu berwarna penuh lika-liku yang kurasakan.

Seminggu rasanya aku berpeluk dalam kesendirian. Suasana hujan yang menjadi sahabat dalam waktu sore hari yang menggantikan kehadiranmu bersamaku. Kerinduan yang terpanjat kala kehidupan begitu cepat terlampaui begitu saja. Entah takkan pasti kerinduan akan berhenti menyelimutiku. Jelas kerinduan masih dalam bayang-bayang detak nyawaku.

Seakan kepergianmu telah kurelakan dari sanubari amat dalam. Kepergian yang memberi isyarat sebuah kebersamaan yang akhirnya juga terpisahkan dalam kehidupan yang sangat sementara. Lantunan perpisahan yang memberi isyarat akan kebersamaan kita yang seolah terjarak oleh garis takdir yang ditentukan oleh Tuhan.

Dalam hujan yang sangat deras tersimpan sejuta doa yang terus terlontar dari mulutku kepadamu yang jauh di sana. Menempuh alam keabadian yang penuh damai dan tentram bersama berkat Illahi yang terus menyinariku.

Taufan Rizka Purnawan