Scroll untuk membaca artikel
Munirah | riyuning .
Ilustrasi Surat (Pixabay)

Kutulis sepucuk surat untukmu yang aku tahu takkan pernah sampai karena hanya berakhir di laci mejaku 

Entah sudah berapa banyak surat yang aku tulis sembari berderai air mata dan semuanya hanya tentangmu

Tentang senyummu, tawamu juga sedihmu

Semua emosi menjadi satu bersama paras yang ayu 

Dalam ingatanku hanya ada dirimu

Air mataku menetes

Penyesalanku tiada arti

Kini aku bagai pecundang di tengah keheningan malam meratapi nasib yang malang

Ditinggal pergi olehmu sungguh ujian yang teramat berat bagiku

Sudah cukup derita akan cinta yang tak sampai 

Kini kepergianmu menyisakan duka yang mendalam

Tanpa sempat aku ucapkan isi hati betapa aku mencintaimu

Betapa aku ingin memilikimu

Sungguh, egoku telah mengalahkanku 

Aku terlalu takut semua tidak akan baik-baik saja jika berterus terang tentang rasa yang telah lama aku pendam

Rasaku takkan berhenti sampai di sini meski ragamu tak mampu lagi kujaga namun namamu masih terjaga dalam benakku

Wanita yang sangat kucinta namun tak mampu kumiliki 

Maafkan aku yang terlalu bodoh membiarkanmu terus menerka akan rasa yang aku miliki

Bukan maksudku mempermainkan rasamu namun aku takut kau justru akan menjauh dan membuat jarak

Mestinya kukatakan saja waktu itu sejujurnya kala kau bertanya dari hati ke hati tentang perasaan yang ada untukmu

Selepas kebohongan itu 

Masih kuingat jelas matamu yang berkaca-kaca menahan tangis namun senyummu tetap merekah 

Seolah mencoba bersikap baik-baik saja namun aku tahu aku telah membuat kesalahan 

riyuning .