Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Kesunyian Desa. (Pixabay)

Buah kesunyian berhias saujana desa. Tebaran suasana rumput ilalang menghijau dengan elok dipandang. Yang dirangkul dalam hangatnya nuansa sore yang sejuk. Dilindungi langit mendung tanpa bermandikan peluh keringat. Peluh keringat yang membanjiri raga tersengat terik panas sang surya.

Cahaya senyap terpancar jelas pada alam desa. Menjauh menuju desa meninggalkan saujana kota yang diliputi kebimbangan dalam segala langkah bertahta. Yang tak pernah tahu kemana langkah bertahta mencari arah yang tak jelas.

Kiasan ketenangan yang digenggam sangat kuat mencapai dekapan permata kehidupan. Namun begitu damainya batin yang semakin senang merasakan kesunyian dalam bayang-bayang pikiran. Sungguh saujana kota penuh kesenangan semu yang begitu menipu. Membuat jiwa semakin muak akan saujana kota.

Berbaur pada harmoni hutan-hutan rindang menyambut raga dengan ciuman hembusan angin yang teduh. Teduh rasanya mengalami godaan hembusan angin sangat dahsyat. Dalam kesenangan yang nyata.

Begitu kalut dalam kesunyian yang membius bayang-bayang imaji. Imaji saujana desa yang terpaut sejak lama ingin berpijak ke desa. Cakrawala berlapis keemasan memberikan gelora yang membahana. Membahana jagad dunia bertautan dalam rangkaian cita-cita nyata yang terpahat dalam catatan kejayaan. 

Limpahan cakrawala berlapis kiasan senyap membantu meringankan beban alam pikiran yang mengunci jiwa. Terketuk pintu jiwa terhempas asa yang mendobrak membawa ilham menampakkan segenap gelora yang indah nan suci

Rico Andreano Fahreza