Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Napsu Berpesta. (pixabay.com)

Terbekuk amukan nafsu bergidik keder diliputi keangkuhan bumi yang melonjak. Sekektika memukul puncak kehidupan berdaku pada semaian benih-benih kesenangan yang sangat menyesatkan. Amarah gejolak jiwa mengukur setiap batas-batas menahan kerinduan akan raihan kemilau gemerlapnya dunia. Duniawi serasa nirwana sejati yang menaungi raga manusia.

Lapisan kesombongan manusia melingkupi jalan-jalan buruk menjadi arah perginya manusia menghindar dari seruan Tuhan. Padahal Tuhan telah menegur dengan halus memberikan cobaan dera bagi raga manusia. Namun amukan nafsu yang menyelimuti manusia bertameng tingkah iblis. Bagai iblis berwujud rupa manusia. Senantiasa tertawa terlena dalam imaji nafsu yang meledak.

Imaji nafsu yang terasa lezat dalam cicipan batin manusia. Manusia tak menyadari nafsu semu semata yang menyelubungi segenap raga manusia. Pertanda sebuah dera yang besar memecut raga manusia. Amukan nafsu semakin bergelora mengarahkan menuju aalam bawah sadar bersolek kenikmatan yang sesat.

Bias gegap gempita denyut jantung yang terus berpacu tak terhenti setitikpun. Kiasan kenikmatan naluri sangat ambigu menghujam segala dera kuasa iblis. Derap langkah perlahan mengagungkan nuansa selera batin. Bertitah batin yang jijik terkelabui semua limpahan jendela kesenangan.

Jiwa yang rapuh bagai kayu yang lapuk yang tak teguh lagi diselubungi rayap-rayap kuasa iblis yang sedikit demi sedikit menggerogoti jiwa manusia. Manusia menjadi liar alam kehidupannya tak ada petunjuk yang benar memberikan tuntunan tuk kembali pada asalnya dari tanah.  

Rico Andreano Fahreza