Di balik bilik suara yang menjadi arena penentu kekuasaan. Saling menyikut sana-sini demi ambisi kekuasaan. Arena perebutan kekuasaan semakin memanas dalam atraksi hiburan rakyat bernama kampanye. Politikus calon penyamun bersiap bertarung dengan lawannya. Menghantarkan rangkaian kalimah-kalimah tak guna berisi janji-janji semu.
Politikus berlomba-lomba menyihir simpati rakyat dalam mengemis suara. Suara rakyat yang terkumpul dalam kotak suara. Di balik bilik suara terdapat rakyat dengan keluguan nyata memilih calon penguasa.
Kumpulan gambar-gambar calon penyamun terpajang rapi pada kertas suara. Segala rupa senyum calon penyamun. Rakyat menjadi bingung memilih calon penguasa. Rakyat menggenggam dilema pada pilihannya.
Musabab janji-janji manis semu menjadi polesan tingkah kelicikan politikus. Hingga rakyat memilih penguasa dari para penyamun. Tak ada pilihan lain tuk memilih calon penguasa yang bersih. Tak tersisa sedikitpun gambar calon penguasa yang berhati malaikat.
Penguasa yang dikuasai kendali iblis tersemat gelar penyamun menggenggam suatu negeri. Dengan kelicikan yang menjadi amunisi menjadi penguasa. Tanpa kenal dosa dan bersalah dengan bangganya sang penyamun menjadi penguasa. Terbentang luas rakyat yang menjerit dalam kesakitan raga terkapar dalam kemelaratan.
Ceruk rupa keriuhan demokrasi yang menjadi sakral begitu dipuja-puja. Nelangsa para jelata bergemuruh segenap negeri. Demokrasi menjadi polesan segala kebobrokan tirani kecil dalam jubah kebebasan rakyat. Lenyapnya nurani penguasa dalam tameng demokrasi yang menghantarkan rasuah.
Baca Juga
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
Bisa Langsung Install! Begini Cara Unduh WhatsApp di iPad
-
Ajakan Bangkit dan Menerima Diri di OST Terbaru TWS "Bloom"
-
Ulasan Novel The Arson Project, Misi Pemberontakan dengan Metafora Api
-
Kuliner Malam Jambi, Menikmati Nikmatnya Sambal Rampai di Lamongan Barra
-
Kunjungi 5 Kota, Ten NCT Sukses Tutup Tur Solo Jepang Pertama 'Time Warp'