Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Ilustrasi Cinta. (Pixabay)

Kuasa cinta membutakan segalanya membawa menuju bayang-bayang ilusi nalar. Penuh untaian kerapuhan nalar dalam melangkah membawa sejuta ungkapan asmara. Asmara yang memadukan semua ungkapan sanubari tersimpan rapat. Nampak tak seindah kenyataannya. Memudarkan ketulusan makna cinta yang sebenarnya.

Bergantung belahan jiwa pada maknawi falsafah cinta. Tak pernah ada hentinya akal sehat tergoyahkan dalam kuasa cinta teramat buta. Dikorbankan segalanya hanya demi cinta. Kata yang bernama cinta melebur pada dua jiwa manusia terasa teduh selalu.

Kuasa cinta memadukan jiwa laki-laki dan perempuan dalam meraih lembaran kehidupan terikat pada tali pernikahan. Tali pernikahan yang terasa anggun pada pesta nan megah. Yang tak tahu nasib bahtera kehidupan.

Nurani yang tak kuasa memberi isyarat dalam kehati-hatian melangkah memberikan janji cinta yang suci. Bertahta membaur pada bayang-bayang tipuan semata. Bias bahtera kehidupan yang melangkah dalam hempasan prahara cinta.

Bergolak teriakan batin bertemu pada petaka bahtera kehidupan sebagai gambaran ilusi kuasa cinta yang membutakan segalanya. Nafas yang berhembus selama waktu berputar menjadi saksi prahara bahtera kehidupan. Parutan nyata petaka cinta mematikan raga. Mahligai kehidupan hanyalah sebuah ungkapan manis.

Getirnya bahtera kehidupan buah kuasa asmara membutakan segalanya memusnahkan rupa-rupa kasih sayang. Tak ada lagi gambaran kebahagiaan bersatu pada hentakan kasih yang menjadi seutuhnya. Bauran kehancuran bahtera kehidupan berkeping-keping tak bisa tersatukan kembali.

Taufan Rizka Purnawan