Setiap manusia tentu pernah memiliki kesalahan. Baik kesalahan yang berhubungan langsung dengan Tuhan maupun yang berhubungan dengan sesama makhluk ciptaan-Nya. Ketika berbuat salah atau maksiat pada Tuhan, maka ia harus bertobat kepada-Nya. Selain bertobat, ia juga harus meminta maaf kepada manusia ketika ia berbuat kesalahan terhadap sesamanya.
Tobat adalah awal jalan menuju Allah dan cara pertama untuk mendapat keridhaan-Nya. Tobat merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah yang melakukan dosa besar ataupun kecil. Jalan menuju Allah dapat digambarkan dengan tobat yang membebaskan diri dari maksiat berkepanjangan, rasa takut yang mengikis niatan buruk, raja’ yang mengantarkan ke jalan kebaikan, dan perasaan selalu diawasi oleh Allah dalam hati (Jalan Tobat; Banyak Manusia Ingin Bertobat, tapi Bingung Bagaimana Memulainya, halaman 19).
Dalam buku Jalan Tobat; Banyak Manusia Ingin Bertobat, tapi Bingung Bagaimana Memulainya karya Muhammad Nabil Dhaif, dijelaskan, sebagian ulama menyebutkan syarat-syarat tobat, yakni: menyesali perbuatan yang telah lalu, berketetapan hati untuk tidak mengulangi lagi kesalahan dan dosa yang pernah diperbuat, dan meminta maaf atas kezaliman yang dilakukan kepada orang lain. Ketiga syarat ini gampang-gampang susah. Tetapi, apabila dilaksanakan, dapat mengantar seorang hamba ke jalan Allah Yang Maha Pengasih.
Muhammad Nabil Dhaif menjelaskan, tobat merupakan rahasia adanya iman di dalam hati. Tidak ada wajah yang lebih putih dan bercahaya daripada wajah mereka yang bertobat, yang mengganti kejahatan dengan kebaikan. Lembaran hidup mereka selalu memancarkan keagungan dan kemuliaan, ditorehkan dengan tinta air mata yang mampu memadamkan nyala api di tengah perjalanan hamba menuju Allah. Tobat merupakan jalan orang-orang yang insaf kepada Rabb semesta alam dan upaya untuk mengokohkan akar keimanan hingga kuat menghunjam dalam nurani, tidak akan goyah dengan keraguan dan kealpaan.
Sungguh, banyaknya maksiat yang dilakukan dapat menyebabkan kematian hati. Hati yang bermaksiat selalu menumpuk dosa, ibarat seonggok tubuh yang tidak bergerak. Ia seperti mayat tergolek di atas tanah. Baginya, ketaatan dan maksiat adalah sama. Ia pun buta dan tidak mampu membedakan keduanya. Karenanya, banyak sekali peringatan yang datang kepada kita untuk tidak melanggar perintah Allah, tidak bermaksiat kepada-Nya, selalu mencari sebab-sebab ampunan, dan kembali menghidupkan hati (Jalan Tobat; Banyak Manusia Ingin Bertobat, tapi Bingung Bagaimana Memulainya, halaman 41).
Mudah-mudahan kita semua dapat menjadi manusia yang selalu bertobat atas segala kesalahan-kesalahan yang telah lalu, dan selalu berupaya untuk menjauhi segala kemaksiatan. Semoga ulasan buku ini bermanfaat.
Baca Juga
-
Rangkaian Kisah Penuh Hikmah dalam Buku Berguru pada Saru
-
Pentingnya Memiliki Prinsip Hidup dalam Buku Menjadi Diri Sendiri
-
Menjalani Hidup dengan Tenang dalam Buku Hujan Bahagia
-
Menciptakan Kehidupan yang Harmonis dalam Buku Komunikasi Bebas Konflik
-
Sebuah Upaya Menghindari Penyakit: Buku 'Jagalah Sehatmu Sebelum Sakitmu'
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
-
Ulasan Novel 1984 karya George Orwell: Kengerian Dunia Totalitarian
-
Review Novel 'Perjalanan Menuju Pulang': Pulang Tak Selalu Soal Rumah
-
Ulasan Buku Passion: Bagaimana Mencapai Impian dengan atau Tanpa Passion
Ulasan
-
Review Komang: Menelusuri Cinta Raim dan Komang yang Bikin Baper
-
Review Anime Mob Psycho 100 Season 2, Kekuatan Esper Bukanlah Segalanya
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh
-
Review Film Twisters: Lebih Bagus dari yang Pertama atau Cuma Nostalgia?
-
Review Film 'Pabrik Gula': Teror Mistis di Balik Industri Gula Kolonial
Terkini
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
Dilema Tristan Gooijer: PSSI Ngebet Naturalisasi, tetapi Sang Pemain Cedera
-
Rilis Foto Pembacaan Naskah, Ini 5 Pemeran Drama Labor Attorney Noh Moo Jin
-
Selain Donatur Dilarang Ngatur: Apakah Pria Harus Kaya untuk Dicintai?
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?