Sejak peristiwa bom yang meluluhlantakkan gedung kembar WTC dan Pentagon yang lebih dikenal dengan peristiwa 9/11 itu, Islam mulai tersudut. Tudingan atas kelompok yang mengatasnamakan Islam dilancarkan sejumlah media sekuler. Hal ini membuat citra Islam menjadi buruk dan dianggap sebagai salah satu agama yang identik dengan kekerasan dan radikalisme.
Padahal, Islam tidak seperti yang mereka sangkakan. Islam adalah agama yang senantiasa menyebarkan rahmat dan perdamaian dalam kehidupan. Islam agama yang toleran dan sangat menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi.
Tudingan bahwa Islam agama radikal juga terjadi di Indonesia. Sejumlah peristiwa bom bunuh diri seperti yang terjadi di Bali beberapa tahun silam, juga tak luput dari tudingan bahwa Islam lah yang menjadi sumber kekerasan dan aksi radikalisme tersebut.
Benarkah semua tudingan itu? Irfan Amalee (2018) dalam buku Islam Itu Ramah Bukan Marah mendedah pelbagai hal tentang Islam yang sebenarnya. Menurutnya, Islam tak pernah mengajarkan kekerasan, tetapi sebaliknya, Islam mengajarkan umatnya untuk bersikap ramah dan bertoleransi tinggi.
Nabi Muhammad Saw. saja sering mendapat cacian dan makian dalam menyebarkan risalah Islam. Bukan sekali-dua kali beliau dianggap gila, tukang sihir, bahkan dilempar batu dan kotoran binatang. Tapi, beliau tetap bersikap ramah. Tak ada dendam sedikit pun yang muncul dalam hati Rasulullah Saw.
Lalu, apa yang membuat sejumlah oknum yang mengatasnamakan agama Islam menjadi beringas, kasar, serta tak bosan menyebarkan informasi berisi kebencian yang di zaman ini mudah ditemui lewat media online serta media sosial?
Irfan Amalee menjelaskan bahwa, pemahaman Islam yang radikal dan keras memang tidak selalu berujung pada terorisme. Tapi, terorisme selalu berawal dari cara berpikir yang radikal. Pemahaman terhadap Islam yang radikal bisa ditandai dengan sikap tertutup, tidak bergaul dengan kelompok, menganggap kelompoknya paling benar, antidialog, dan penuh prasangka (hlm. 20).
Lewat buku ini, Irfan Amalee mengajak umat Muslim untuk tidak mudah tersulut emosi oleh sejumlah informasi yang tak jelas dari mana sumbernya (hoaks). Hal ini agar kita terhindar dari aksi-aksi memalukan yang hanya membuat citra Islam semakin buruk di mata dunia. Dalam buku ini penulis menegaskan bahwa Islam bukanlah agama yang penuh kemarahan, tetapi sebaliknya agama yang menghargai perbedaan, mengajarkan toleransi, dan sarat dengan keramahan. (*)
Baca Juga
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Buku Journal of Gratitude: Syukuri Hal Sederhana untuk Hidup Bahagia
-
Serunai Maut: Ketika Mitos, Iman, dan Logika Bertarung di Pulau Jengka
-
Review Film Rest Area: Ketika Singgah Jadi Awal Petaka Maut!
-
Review Film Human Resource: Saat Punya Anak Bukan Lagi Hak Personal
-
Review Film Rangga & Cinta: Cerita dari Gen Milenial yang Melintas Dua Generasi
Terkini
-
Siapa Bjorka yang Asli? Ketika Panggung Siber Menjadi Panggung Sandiwara
-
Mengenal Gamofobia: Tanda, Alasan, dan Cara Mengatasi Rasa Takut Menikah
-
Jelang Usia 46 Tahun, Muzdalifah Jadi Pejuang Garis Dua Melalui Bayi Tabung
-
Bikin Salfok Banget! 4 Ide Clean Outfit ala Lee Joo Ahn yang Simple
-
Jadi Sorotan, Cincin Lamaran El Rumi untuk Syifa Hadju Senilai Rp1 Miliar