Jalan Bandungan adalah novel karya Nh. Dini yang dikembangkan dari cerpen berjudul Janda Muda. Novel ini mengambil latar cerita tahun 1940-an hingga 1980-an. Tokoh utamanya adalah Muryati, biasa dipanggil Mur.
Dia adalah anak petinggi kepolisian di Semarang. Di zaman revolusi kemerdekaan, Mur dan keluarganya pergi mengungsi hingga Gunung Slamet. Dalam pengungsian itu, keluarganya bekerja sama di antaranya dengan gerilyawan bernama Widodo, biasa dipanggil Wid.
Ketika negara sudah benar-benar mapan, Wid datang ke Semarang, menemui bapaknya Mur dan melamar gadis yang tengah menempuh pendidikan di SPG itu.
Singkat cerita, selulus SPG, Mur kawin dengan Wid. Namun bukan kebahagiaan yang Mur dapatkan. Duri-duri yang berasal dari sikap Wid, misalnya pelit, tidak peduli urusan rumah, dan bersikap serba tertutup, membuat perkawinan terasa membosankan.
Puncaknya, Wid menghilang. Rupanya, dia terbawa satu gelombang intrik politik Tanah Air tahun 1965. Kepergian Wid menambah sukar hidup Mur. Dia terpaksa membesarkan tiga anak seorang diri dengan stigma dan cemooh dari masyarakat dengan embel-embel 'suaminya terlibat'.
Dalam melalui masa-masa sukar, Mur disokong penuh oleh Ibu dan kawan-kawannya. Dia kembali dapat mengajar di sekolah setelah vakum bertahun-tahun. Keberuntungan lain, dia mendapat kesempatan memperdalam ilmu pengetahuan di Negeri Belanda.
Di Negeri Kincir Angin itu, dia berjumpa Handoko, adik bungsu Wid. Keduanya jatuh hati dan memutuskan kawin.
Namun kebahagiaan berumah tangga, tidak lama memeluk Mur. Sekeluar Wid dari penjara, Mur bertubi mendapat teror mental. Anak bungsunya tidak naik kelas, anak kedua mengalami kecelakaan hingga satu kaki diamputasi, sedang rumah tangganya sendiri berantakan.
Novel ini berakhir menggantung, "Kali ini suamiku tidak menghilang, melainkan kuketahui dengan jelas pergi ke mana dan untuk urusan apa. Aku melepasnya tidak dengan kesedihan, tetapi juga tidak dengan kelegaan ... (halaman 433). Namun secara keseluruhan, isi novel ini memaparkan bagaimana perjuangan seorang janda dari tahanan politik, bagaimana liku-liku membesarkan anak sembari mencari nafkah di tengah kepungan intimidasi, cemooh, dan persekusi yang seolah tak habis-habis.
Membaca buku ini adalah membaca ketangguhan mental perempuan, pada umumnya.
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Upaya Menyelamatkan Korban Penculikan dalam Novel Radio Ajaib
-
Menelusuri Sepuluh Cerpen Lincah dalam Buku Mantra Ki Pandeng
-
Ulasan Novel Tarian Sunyi, Kisah Keluarga Miskin yang Penuh Lika-Liku
-
Peniliti BRIN Siti Zuhro: Etika Politik Adalah Tulang Punggung Kita Dalam Berdemokrasi
-
Viral, Wanita Ini Punya Dua Suami Langsung Diusir Warga, Berikut Penjelasannya!
Ulasan
-
Review Film 13 Days, 13 Nights: Ketegangan Evakuasi di Tengah Badai Taliban
-
5 Drama Korea Bertema Kehidupan Anak Kos yang Bikin Kamu Nostalgia
-
Ulasan Novel Aib dan Nasib, Pertarungan Eksistensial Melawan Stigma Sosial
-
Review Film Mertua Ngeri Kali: Pelajaran Cinta dari Mertua Gila!
-
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
Terkini
-
Sekolah Darurat Pembullyan, Kritik Film Dokumenter 'Bully'
-
Redmi TV X 2026 Resmi Rilis: Harga Rp 5 Jutaan, Bawa Panel Mini LED 55 Inci
-
6 HP Rp 7-10 Jutaan Terbaik 2025: Mana yang Masih Worth It Dibeli di 2026?
-
Debut Sutradara Lewat Film Timur, Iko Uwais Tuai Pujian: Nggak Kalah Keren dari Jadi Aktor!
-
Bocoran Spek Poco M8 Pro: Snapdragon 7s Gen 4, Dukung Fast Charging 100 W