Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Buku "Netizen" (Dokumen pribadi/Sam Edy)

Setiap manusia tentu memiliki kehidupan dan masa lalu yang beragam. Ada sebagian orang yang mungkin sejak kecil hingga dewasa hidup berlimpah kekayaan. Seolah-olah tak pernah merasakan yang namanya pedihnya mengarungi kehidupan, kekurangan materi misalnya. 

Sementara sebagian manusia lainnya memiliki nasib yang begitu memprihatinkan. Sedari kecil hidup bergelimang penderitaan. Mungkin mereka pernah merasakan kebahagiaan, tapi bisa jadi penderitaan yang dialaminya jauh lebih banyak dan terasa berat. Misalnya saja, anak yang terlahir dari seorang “wanita panggilan” yang tak tahu siapa ayah kandungnya.

Bicara tentang wanita panggilan atau pelacur, ada sebuah kisah menarik yang bisa kita simak dalam buku antologi kumpulan cerpen berjudul Netizen, terbitan Unsa Press Surabaya. Salah satu cerpen yang akan saya ulas berjudul Beringin, karya M Hasbi A.S. Berkisah tentang seorang anak perempuan bernama Rin, yang terlahir dari rahim seorang wanita panggilan. Sebenarnya, sang ibu tahu siapa ayah kandungnya, yakni seorang pelukis yang menjadi pelanggan setia bahkan pernah menjadi pacarnya.

Jauh sebelum Rin terlahir ke dunia, sang ibu memiliki masa lalu yang sangat kelam. Sang ibu ternyata juga anak dari seorang PSK atau pelacur yang pada saat itu menghuni di Gang Dolly. Sayangnya ibu menjual putrinya sendiri ketika usianya sedang ranum-ranumnya. Berikut ini saya kutip sebagian paragrafnya:

Rin. Dia permataku yang paling mahal dan satu-satunya alasan bagiku bekerja mati-matian mengobral semuanya. Apalah daya, aku tak punya keahlian yang bisa dijual selain membujuk rayu. Ditambah masa lalu yang kelam, mendamparkanku ke tempat dosa mengalir sebagai air wudhu.

Sama seperti mayoritas pelayan, aku bukan penduduk asli sini. Sama seperti kebanyakan mereka, aku dijual. Hanya saja bukannya aku tertipu oleh para pedagang manusia. Aku sengaja dijual, oleh ibuku sendiri, yang mirisnya seorang ex player dan juga mucikari.

Kisah Rin bersama ibu kandungnya masih panjang dan penuh liku. Yang jelas, sang ibu tak menginginkan putri semata wayangnya menuruni atau mengalami nasib seperti dirinya, menjalani profesi sebagai seorang wanita panggilan. Berikut ini petikan paragraf yang menggambarkan perasaan seorang ibu terhadap anaknya, agar sang anak bisa menjadi manusia yang lebih baik:

Hanya setelah lulus SD, kuputuskan agar Rin menjauh. Sungguh tak ada masa depan yang lebih baik baginya selain merantau. Mengingat ia menginjak usia “siap jual”, aku tak mau nasib yang sama menimpanya juga selama masih dalam ketiak ibu.

Kisah Rin, gadis yang terlahir dari rahim seorang wanita panggilan menarik direnungi hikmahnya. Pendidikan agama sejak kecil dan pergaulan (lingkungan) yang sehat adalah termasuk kunci yang akan mengantarkan kita menapaki jalan lurus kehidupan ini. 

Sam Edy Yuswanto