Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Thomas Utomo
Adakah Air Mata untuk Orang-Orang Tak Bersalah? (Dokumentasi pribadi/ Linda Christanty)

Adakah Air Mata untuk Orang-Orang Tak Bersalah berisi 36 esai karya Linda Christanty. Sebelum diterbitkan Buku Mojok pada 2021, esai-esai itu dimuat ditayangkan di akun Facebook pribadi penulis rentang tahun 2009 hingga 2020.

Sebagaimana diketahui, Linda Christanty adalah satu di antara penulis yang memanfaatkan platform media sosial dengan baik. Dia kerap menulis sejarah personal keluarganya, dikaitkan peristiwa terkini di Indonesia dan belahan dunia lain, dibubuhi refleksi, pandangan, juga data-data terpercaya.

Tulisan-tulisan Linda di media sosialnya kerap mengundang diskusi ramai di kolom komentar. Ada yang setuju, ada yang mengimbuhkan pandangan lain, tidak sedikit pula berusaha membantah disertai rujukan lain. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan tulisan-tulisan Linda Christanty di media sosialnya, bukan sekadar ocehan semata tanpa isi. Tulisan-tulisan Linda bernas dan relatable dengan situasi Indonesia terkini.

Untuk itulah buku kumpulan esai Adakah Air Mata untuk Orang-Orang Tak Bersalah? ini layak dibaca untuk bahan renungan dan diskusi. 

Di antara hal menarik yang disoroti adalah hasil penelusuran Linda mengenai pembicaraan orang-orang di media sosial. Topik di media sosial yang menyatukan seluruh rakyat, tapi merugikan penguasa dan pengusaha adalah isu kesejahteraan sosial maupun isu ekonomi. 

Isu yang memecah belah seluruh rakyat, tapi amat menguntungkan kelompok-kelompok tertentu adalah isu agama. Semakin isu agama diaduk, semakin isu kesejahteraan dan isu-isu penting lain tersingkirkan hingga membusuk (halaman 123-124).

Dalam esai berjudul Keberpihakan dan Identitas, Linda membedah kecenderungan masyarakat di saat terjadi kontestasi politik. Misalnya saat Pilkada Jakarta, pejabat sementara Gubernur DKI; Basuki Tjahaja Purnama memanfaatkan posisinya sebagai minoritas guna menjalankan kepentingan pribadi. Dia menyatakan, orang yang mengkritik tindakan kasar dan arogannya sebagai pemimpin Jakarta adalah para pengusung rasialisme.

Di sini, Linda menekankan betapa tirani minoritas sama berbahayanya dengan diktator mayoritas. 

Di akhir esai, Linda meyakinkan betapa keberpihakan kita kepada apa pun, harus berlandaskan akal sehat, hati nurani, nilai-nilai kemanusiaan, pengetahuan, wawasan, sikap kritis, keberanian, dan keadilan. Dengan itu semua, persoalan hidup manusia dapat diselesaikan secara bermartabat.

Membaca buku ini adalah menelusuri dinamika relasi manusia di berbagai wilayah dengan ragam tata nilai dan aneka perspektif. Buku ini layak dibaca guna mengasah kepekaan atas berbagai problem kemanusiaan, khusunya di wilayah Indonesia.

Thomas Utomo