Serenade Biru Dinda adalah novel remaja karya Asma Nadia, diterbitkan Mizan, Bandung. Novel ini menceritakan lika-liku hidup Dinda, gadis belasan tahun berlatar belakang keluarga melarat. Ayahnya dipecat dari pabrik. Lantaran frustrasi, sehari-hari, berkutat dengan botol minuman beralkohol.
Ibunya sakit-sakitan parah, hanya dapat terbaring lemah, kerap muntah darah. Kakak sulungnya hilang setelah berkelahi dengan sang ayah. Adiknya dua, masih kecil-kecil. Sehari-hari mereka bermukim di rumah kontrakan reot, terbuat dari tripleks, di dekat rumah bordil.
Sejak kepergiaan kakak, Dinda seolah-olah menjadi kepala keluarga. Dia mencari nafkah dengan mengamen dari bus ke bus. Juga menerima jasa cuci-setrika di sepulang kerja. Sementara ayahnya, hanya jadi parasit, selalu memeras dirinya guna membeli minuman keras.
Problematika hidup kian bertambah berat manakala, ibunya masuk rumah sakit, tunggakan biaya kontrakan mencekik, ayahnya terlilit utang minuman dan selalu kalah judi.
Seolah belum cukup, gang tempat rumah kontrakan mereka berada, terbakar. Konon, lantaran warga di lingkungan kumuh itu menolak relokasi, sehingga ada oknum ‘nakal’ yang sengaja menyulut jago merah.
Tragedi yang beruntun, merenggut orang-orang terkasih dari sisi Dinda. Utang yang membengkak dan mengejar-ngejar, membuatnya mencoba peruntungan dengan bekerja sebagai pelayan di rumah bordil. Namun ini, mendamparkan Dinda kepada masalah berikut.
Serenade Biru Dinda mengambil latar belakang dunia orang miskin papa. Sehari-hari mereka terengah-engah mengejar kebutuhan hidup tak terpenuhi, bahkan untuk kebutuhan paling primer sekalipun.
Muatan utama novel ini adalah dorongan semangat untuk senantiasa menganyam kesabaran dan ketabahan dalam mengarungi gelombang hidup. Betapa di tengah kepungan masalah, betapa di di antara pekatnya langit masa depan, jangan sampai kita kehilangan harapan, terutama kepada Allah.
Bersama kesulitan, yakin, ada kemudahan lain yang Allah iringkan. Tugas kita hanya memupuk percaya dan terus memintal usaha.
Kendati memaparkan penderitaan, novel remaja ini tidak disusun dengan bahasa yang mengiba-iba, penuh drama, guna menarik simpati pembaca. Pengarang menceritakan lika-liku hidup Dinda beserta keluarga dengan bahasa ringan, lancar, kadang kocak, namun jusru lebih menunjam, mengundang empati.
Kelebihan lain, muatan kebaikan disisipkan pengarang tanpa menggurui. Nilai-nilai kebaikan dapat pembaca terima secara enak dan nyaman, tanpa khotbah atau jejalan kalimat hikmah maupun dalil.
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Ada Anggaran Rp 2 Miliar untuk Pengembangan Pelaku UMKM di 25 Desa Berpredikat Miskin Ekstrem di Karawang
-
Titian Pelangi: Membasuh Nurani Lewat Cerita
-
Rumah Tanpa Jendela: Perjuangan Melunasi Mimpi
-
KADIN Usul Pemerintah Menaikkan Upah Sejalan Dengan Inflasi Yang Melonjak
-
Orang Miskin Indonesia Capai 26 Jiwa, Video Viral Nenek Punguti Beras di Lantai dan Selokan
Ulasan
-
Ed Sheeran Wakili Perasaan Orang yang Dimabuk Asmara dalam Lagu Shivers
-
Liburan Singkat di Lampung, Menikmati Keindahan Pasir Putih Pulau Tangkil
-
Review Novel Sendiri Tere Liye: Sebuah Perjalanan Menyembuhkan Luka Kehilangan
-
Film Audrey's Children, Kisah di Balik Terobosan Pengobatan Kanker Anak
-
Ulasan Novel The Pram: Teror Kereta Bayi Tua yang Menghantui
Terkini
-
Redaksi Project: Inisiasi Tiga Wanita Menyemai Cinta Literasi di Bangka
-
Skuad Indonesia di Malaysia Masters 2025, Tanpa Wakil Ganda Putra
-
Amalia Prabowo Terpilih sebagai Ketua Harian KAFISPOLGAMA 20252029
-
Thailand Open 2025: Juara Baru Lahir, Timnas China dan Malaysia Sabet Dua Gelar
-
Masa Depan Museum di Tengah Komunitas yang Bergerak Cepat dan Dinamis