Bagi sebagian orang, termasuk saya, menjadi penulis adalah pilihan hidup. Menulis bagi saya adalah suatu hal yang menyenangkan sekaligus melegakan. Karena saya bisa mengeksplorasi ide atau apa yang saya pikirkan dan rasakan ke dalam tulisan.
Saya yakin setiap orang memiliki kisah hidupnya masing-masing. Nah, kisah hidup tersebut dapat kita jadikan sebagai bahan tulisan yang menarik dan mendatangkan pundi-pundi rupiah.
Bicara tentang kisah hidup, ada sebuah buku yang menarik disimak, judulnya ‘Indonesian Writers Bibliophiles’ karya Nur Latifah US. Buku terbitan Penerbit Katta (2007) ini berisi kisah hidup singkat 30 penulis Indonesia. Sebuah buku yang bisa dijadikan sebagai inspirasi sekaligus motivasi bagi para pembaca, khususnya Anda yang bercita-cita menjadi seorang penulis.
Salah satu penulis yang diungkap kisahnya dalam buku tersebut yakni Ayu Utami. Wanita kelahiran Bogor, 21 November 1968 ini telah memiliki perhatian khusus pada karya sastra sejak kecil. Namun sayang, kegemarannya itu tak didukung oleh orangtuanya. Kedua orangtuanya bisa dibilang jarang membelikan buku-buku sastra. Bahkan, kedua orangtuanya tak mendukung ketika dirinya ingin masuk jurusan seni. Akhirnya, ia memilih Sastra Rusia untuk melanjutkan studi. Alasannya, ia memang menyukai bahasa. Terutama bahasa yang aneh-aneh.
Ayu mengawali profesinya sebagai jurnalis di majalah Matra. Di sana ia bisa mengeksplorasi potensi menulisnya. Perlahan namun pasti, bakat menulisnya pun terus tampak. Terbukti dari kemampuannya menulis kolom tetap di surat kabar berita Buana. Dalam surat kabar tersebut, Ayu menuliskan renungan tentang politik, seni, ekonomi, dll. (halaman 22).
Penulis lainnya yang dikisahkan dalam buku ini adalah Clara Ng. Keputusan Clara untuk menjadi penulis bisa dibilang sangat menentang arus keluarga. Orang-orang di sekitar dirinya tak ada yang menganggap menulis sebagai profesi yang membanggakan. Namun, tak demikian bagi Clara. Ia ingin membuktikan bahwa jalan yang ia pilih adalah jalan yang terbaik baginya. Ia pun membuktikannya dengan menulis novel perdananya berjudul Tujuh Musim Setahun yang terbit pada tahun 2002.
Deretan penulis ternama lainnya yang dibongkar kisahnya dalam buku ini antara lain Ahmad Tohari, Arswendo Atmowiloto, Dewi Lestari, Helvi Tiana Rosa, Gola Gong, dan masing banyak yang lainnya.
Kritik membangun untuk buku ini: masih dijumpai kesalahan penulisan, sehingga alangkah lebih baiknya dilakukan revisi jika suatu saat pihak penerbit dan penulis ingin melakukan cetak ulang. Semoga ulasan ini bermanfaat.
Baca Juga
-
Seni Mengatur Waktu dengan Baik dalam Buku "Agar Waktu Anda Lebih Bermakna"
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
Artikel Terkait
-
4 Alasan Kenapa Menyertakan Gambar Pada Artikel itu Penting
-
Ingin Jadi Penerjemah Novel? Ini 5 Bekal yang Mesti Kamu Miliki
-
Sama-sama Penulis, Ini Perbedaan Copywriter dan Content Writer
-
5 Manfaat Menulis Jurnal Syukur Setiap Hari, Yuk Terapkan!
-
3 Alasan Kita Membutuhkan Outline Sebelum Menulis Novel
Ulasan
-
Ulasan Novel Mayday, Mayday: Berani untuk Berdiri Setelah Apa yang Terjadi
-
Review Film Red Sonja: Petualangan Savage yang Liar!
-
Review Film DollHouse: Ketika Boneka Jadi Simbol Trauma yang Kelam
-
Di Tengah Krisis Literasi, Kampung Ini Punya Perpustakaannya Sendiri
-
Ulasan Novel Mean Streak: Keberanian Memilih Jalan Hidup Sendiri
Terkini
-
Jago Matematika Disebut Pintar: Kenapa Angka Jadi Ukuran Cerdas di Indonesia?
-
Zita Anjani dan Gelombang Kritik: Antara Tanggung Jawab dan Gaya Hidup
-
Ghosting Bukan Selalu Soal Cinta: Saat Teman Jadi Avoidant
-
Demo Ojol Geruduk DPR di Tengah Hujan: Ini Tuntutan Pedas Mereka!
-
Belum Juga Jera, AFC Kembali Bikin Ulah Jelang Bergulirnya Ronde Keempat Babak Kualifikasi