Memiliki sahabat atau teman memang sangat menyenangkan. Kita bisa berbagi cerita kepadanya. Baik cerita tentang kebahagiaan maupun kesedihan. Tak heran bila kemudian kita beranggapan bahwa kehadiran sahabat dalam hidup kita itu sangatlah berarti.
Bicara tentang persahabatan, ada sebuah kisah menarik yang bisa kita baca dalam novel berjudul “Crenshaw” karya Katherine Applegate, terbitan Mizan Fantasi 2017. Novel ini merupakan fiksi Inggris dengan judul sama, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Yang menarik sekaligus unik dalam novel tersebut adalah ketika Jackson, bocah lelaki yang adalah tokoh utama itu memiliki teman khayalan seekor kucing bernama Crenshaw. Ia hadir dalam kehidupannya yang sedang tidak baik-baik saja. Meskipun seekor kucing, tapi Crenshaw bisa memahami bahasa Jackson.
Antara percaya dan tidak bagi Jackson memiliki teman khayalan beda dunia. Ia bahkan berniat mengusir Crenshaw, tapi kucing besar itu tidak mau pergi dan berkata, “Dengar, aku tidak bisa pergi sampai aku selesai membantumu, bukan aku yang bikin aturan mainnya”.
Jackson adalah anak sulung. Dia memiliki adik bernama Robin. Ayah dan ibunya yang sedang terbelit persoalan ekonomi, akhirnya memutuskan menjadi tunawisma. Mereka meninggalkan rumah dan tinggal untuk sementara waktu (yang tidak ditentukan) di dalam mobil kecil atau van mini.
Di dalam mobil tersebut, mereka tinggal berlima. Ayah, ibu, Jackson, Robin, dan seekor anjing piaraan keluarga tersebut. Bisa dibayangkan betapa sesaknya mobil tersebut untuk tidur, belum lagi ditambah dengan barang-barang bawaan mereka. Persoalan kian rumit ketika Jackson mengetahui bahwa ayah dan ibunya hobi bertengkar. Meskipun di depan anak-anak gemar bercanda.
Berikut ini kutipan kisahnya yang begitu menyedihkan:
Mungkin kami memang tidak menjadi tunawisma dalam semalam. Namun, rasanya sih seperti itu. Aku naik ke kelas dua. Ayahku sakit. Ibuku kehilangan pekerjaan mengajar. Dan tiba-tiba—bum—kami tidak lagi tinggal di rumah bagus dengan perangkat ayunan di halaman belakang.
Setidaknya begitulah aku mengingatnya. Tapi, seperti yang kubilang tadi, memori itu aneh. Seolah-olah seharusnya dulu aku berpikir begini: Duh, aku pasti akan merindukan rumahku, lingkunganku, teman-temanku, dan kehidupanku yang dulu.
Menurut saya, novel ini cukup menarik dan layak direnungi pelajaran penting di dalamnya. Pelajaran tentang apa? Salah satunya tentang upaya-upaya bijaksana yang harus dilakukan dalam mengatasi beragam persoalan dalam rumah tangga.
Baca Juga
-
Seni Mengatur Waktu dengan Baik dalam Buku "Agar Waktu Anda Lebih Bermakna"
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
Artikel Terkait
Ulasan
-
Mengenal Boso Walikan Malang: Bahasa Gaul Penuh Sejarah Panjang Kemerdekaan
-
Novel 'Ketika': Belajar Menerima Kekacauan dan Kerapihan Dalam Satu Rumah
-
Ulasan Novel Cold Couple: Kisah Cinta Dingin yang Menghangatkan Jiwa
-
Cerita Pahit Warung Kopi Pangku: Dilema Moral Ibu Tunggal dalam Film Pangku
-
Review Film The Girl with the Needle, Pembunuh Bayi Berkedok Adopsi
Terkini
-
4 Cleanser Korea dengan Green Tea untuk Bersihkan Kotoran dan Lawan Jerawat
-
Sudah Putus dari Erika Carlina, DJ Bravy Akui Selingkuh Jadi Alasannya?
-
Bintangi Film Highlander, Dave Bautista Ngaku Merasa Stres karena Hal Ini
-
Budaya Patriarki Dalam Keluarga: 'Warisan' Tak Terlihat yang Masih Bertahan
-
Sabrina Chairunnisa Tegaskan Finansial usai Cerai: Dari Dulu Sudah Mandiri