Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Thomas Utomo
Buku Malam Terakhir (DocPribadi/ Thomas Utomo)

Malam Terakhir merupakan buku kumpulan cerpen karya jurnalis terkemuka dari Tempo, mula-mula berasal dari berbagai cerpen dimuat di berbagai media, lalu dibukukan Penerbit Grafiti, tahun 1989, dikata-pengantari Paus Sastra Indonesia; H.B. Jassin, dan telah diterjemahkan ke bahasa Jerman berjudul Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag).

Dua puluh tahun kemudian, tepatnya pada November 2009, buku ini diterbitkan ulang oleh Kepustakaan Populer Gramedia. Penerbitan kembali ini sekaligus sebagai come back Leila Chudori ke kancah sastra Indonesia setelah dua dekade melulu berkutat di bidang jurnalistik.

Leila mengatakan di prolog, betapa terjun menjadi awak majalah Tempo, menempanya tidak hanya sebagai jurnalis profesional. Kultur kerja di Tempo membuat Leila (dan awak lainnya) berkeyaninan bahwa kantor bukanlah kantor, melainkan rumah kedua. Darah para awak media Tempo tak lagi berwarna merah, sebaliknya darah mereka berisi huruf-huruf Tempo.

Oleh sebab itulah, Leila kesulitan untuk fokus menganggit karya sastra; hari-harinya terbetot dan tercurah kepada kerja jurnalistik!

Sebagai karya come back, Leila tidak menerbitkan Malam Terakhir plek ketiplek dengan edisi pertamanya. Ada beberapa cerpen yang dia keluarkan dari buku, ada yang dipertahankan, ada pula tambahan cerpen baru. Tujuannya tak lain agar cerpen-cerpen yang ada, lebih kontekstual dan lebih mewakili Leila di era kontemporer.

Semua cerpen dalam buku setebal xviii + 118 halaman ini membongkar sisi-sisi gelap manusia dari ruang rahasia keluarga hingga pentas di taraf negara.

Misalnya cerpen berjudul Adila. Cerpen ini memaparkan bagaimana kesewenang-wenangan orang tua terhadap anak dengan dalih demi kebaikan sang buah hati: segala urusan anak diatur, dikendalikan, ditekan, diawasi, dan diberi sanksi agar tetap sesuai kemauan orang tua, tanpa sekali pun memberi ruang dialog.

Cerpen ini menggambarkan hilangnya nilai demokrasi dari institusi terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga serta bagaimana dampak buruknya bagi perkembangan mental sang anak.

Cerpen Sehelai Pakaian Hitam, menggambarkan bagaimana praktik hipokrisi alias kemunafikan bekerja, semata demi pencitraan positif dan puja-puji masyarakat. Dalam hal ini, Hamdani seorang penulis menjadikan topik-topik agama dan moral sebagai pondasi cerita anggitannya, kendati dia terbebani hal tersebut lantaran tidak sesuai nurani dan perangai asli kesehariannya. 

Cerpen Malam Terakhir, mengupas sekelumit cara sewenang-wenang yang dilakukan Orde Baru dalam membungkam daya kritis masyarakat, dengan cara menculik dan membunuh orang-orang yang dilabeli tuduhan subversif.

Membaca kumpulan cerpen ini bisa membuat nyeri sekaligus ngeri akan fakta-fakta yang Leila Chudori bongkar serta paparkan. Namun ibarat obat pahit, kumpulan cerpen ini memberi kesadaran akan kerja-kerja kemanusiaan yang belum usai.

Video yang Mungkin Anda Suka.

Thomas Utomo