Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Sam Edy
Ilustrasi Buku ‘Editlinguistik’. (Dokumen pribadi/ Sam Edy)

Buku berjudul ‘Editlinguistik’ ini mencoba mengupas tentang ilmu editologi sekaligus ilmu bahasa. Kedua ilmu ini sebenarnya memiliki kajian berbeda, tetapi praktiknya, kedua ilmu ini tak dapat dipisahkan. 

Pembahasan dalam buku karya Eli Syarifah Aeni, M. Hum. ini meliputi: profesi editor, tugas penyunting naskah, editor dan keajaiban kata, aspek-aspek penyuntingan naskah, tugas dan tanggung jawab editor, anatomi buku, perbedaan yang sering diartikan salah, hak cipta dan hak terbit, perbaikan aspek-aspek kebahasaan, cerdas memilih kata, dan bahasa baku.

BACA JUGA: Buku 'Ranjau Biografi', Hal-Hal yang Harus Dihindari oleh Jurnalis

Editor adalah profesi yang dibutuhkan oleh setiap penerbit. Namun, fakta di lapangan, ternyata masih ada sebagian editor yang kurang teliti dalam menyunting naskah-naskah yang hendak diterbitkan.  

Dalam buku ini diungkap bahwa masih banyak editor yang bekerja di penerbit tidak mempunyai keahlian dan pendidikan khusus. Mereka lebih banyak belajar secara autodidak dan mengandalkan pengalaman selama bekerja di penerbit. Oleh karena itu, banyak sekali editor yang terjun menekuni profesi tersebut, tetapi sebelumnya menekuni pekerjaan lain.

Tidaklah heran, karena jumlah penerbit yang banyak, tetapi tidak didukung oleh jumlah lulusan editing yang sangat kecil. Bahkan, dengan jumlah sedikit itu pun masih banyak mahasiswa lulusan editing justru akhirnya bekerja di bidang lain yang sangat berbeda dengan latar belakang pendidikannya. Jadi, sampai saat ini bisa dihitung jari lulusan editing yang masih menekuni profesinya di dunia perbukuan, tulis menulis, dan editologi (hlm. 13).

BACA JUGA: Ulasan Buku Hidup Ini Asyik, Jangan Dibikin Pelik: Bahagia itu Simpel

Penyunting buku adalah termasuk sosok yang berjasa besar bagi seorang penulis. Eli Syarifah Aeni menjelaskan, sehebat apa pun seorang penulis, tidak akan mampu memikat pembaca kalau tidak ada tangan-tangan terampil penyuntingnya. Tidak cukup sebuah ide seorang penulis mampu menghipnosis pembacanya tanpa dibarengi olah kata dan olah rasa para penyunting.

Menjadi seorang penyunting tidak hanya perlu cerdas intelektual, tetapi juga harus cerdas emosional. Ia tidak hanya dituntut mampu mengolah kata-kata dengan cermat dan benar, tetapi harus bisa juga berkomunikasi dengan baik di hadapan penulis dan pengarang, layouter, desainer, dan ilustrator (hlm. 48).

Terbitnya buku ini layak diapresiasi. Buku terbitan Media Cendekia Muslim (2016) ini menarik dijadikan sebagai salah satu tambahan wawasan yang bermanfaat bagi para pembaca, penulis, dan siapa saja yang berminat menekuni dunia kepenulisan. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sam Edy