Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Rie Kusuma
Ilustrasi buku Mata di Tanah Melus (Gramedia)

Okky Madasari seorang penulis yang dikenal dengan karya-karyanya yang menyuarakan kritik sosial. Sebut saja Entrok (2010), 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013), dan Kerumunan Terakhir (2016).

Mata di Tanah Melus, terbitan Gramedia Pustaka Utama (2018) adalah karya Okky Madasari yang ditujukan untuk anak-anak. Buku ini juga merupakan buku pertama dari rangkaian serial petualangan Mata yang akan terus ditulisnya. Berikut saya petikkan ceritanya untuk kalian, para pembaca.

Matara dan mamanya yang seorang penulis cerita, pergi berlibur ke Belu. Namun, baru saja sampai di sana, mobil yang Mama Mata sewa menabrak sapi yang memang dibiarkan bebas berkeliaran.

Reinar, sopir mereka, tidak punya uang untuk membayar denda sebesar dua puluh juta. Jadilah kemudian Mama Mata yang membayarnya.

Namun, sejak peristiwa tersebut, Mata jadi sering bermimpi seakan-akan ada banyak sapi yang ingin menyerangnya. Hal itu lalu diceritakan kepada Mama, ketika Mata siuman dari pingsan karena ingin ke rumah Tania, anak seorang ibu penjual di Pasar Baru, yang ternyata sangat jauh.

Mama Tania menyarankan Mama Mata membuat upacara adat untuk keselamatan dan buang sial. Walaupun tak percaya, Mama akhirnya menuruti.

Esoknya dibantu oleh Paman Tania, mereka semua berangkat menuju puncak Lakaan. Upacara diadakan di Hol Hara Hara Ranu Hitu dipimpin oleh seorang kakek penjaga daerah tersebut.

Kakek penjaga lalu mengatakan bahwa penguasa alam ingin Mama dan Mata pulang. Kembali ke Jakarta. Mama marah. Tak percaya dengan permintaan itu. Apalagi masih ada kerjaan yang harus dilakukannya di Belu.

Mama yang masih marah lalu menarik Mata menuruni bukit. Hujan tiba-tiba turun dengan lebat menghalangi jarak pandang. Mama dan Mata menemukan gubuk lantas berteduh dan tertidur kelelahan. Paginya, Mata yang lebih dulu bangun melihat bahwa mereka berada di padang rumput luas.

Mata yang kesenangan berlari-lari sampai tiba di sungai. Di sana ia bertemu dengan orang-orang yang membawanya ke Tanah Melus, terpisah dari sang mama.

Di sinilah awal kisah petualangan Mata. Ia akan bertemu dengan orang-orang Melus. Menjadi bagian dari orang Melus dan tidak diperkenankan keluar dari Tanah Melus. Apakah berarti Mata tak akan bisa bertemu mamanya kembali?

Bersama Atok, teman barunya, yang berasal dari Tanah Melus, Mata akan mengalami banyak sekali petualangan seru.

Mereka berdua akan masuk ke Kerajaan Kupu-Kupu milik Ratu Kupu-Kupu, lalu bertemu Bei Nai, Dewa Buaya, pelindung Melus. Juga Laka Lorak, yang menurut penuturan Atok merupakan ibu kehidupan dan masih banyak keseruan lainnya.

Sebagai pembaca, saya sangat menikmati kisah petualangan Mata yang kental dengan lokalitas Belu, perbatasan Timor Leste, Nusa Tenggara Timur.

Meskipun fiksi, cerita ini selain menyuguhkan petualangan juga memberikan pengetahuan tentang sejarah, mitos, adat, agama, suku yang ada di Kabupaten Belu.

Saya juga mendapat informasi tentang tempat-tempat yang menjadi lokasi cerita, seperti: Puncak gunung Lakaan, Hol Hara Ranu Hitu (Benteng 7 Lapis), padang sabana Fulan Fehan, suku Melus yang sudah punah, dan masih banyak lagi.

Sungguh sebuah buku serial anak yang mampu memperluas wawasan. Semoga ulasan ini bermanfaat.

Rie Kusuma