Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Rie Kusuma
Ilustrasi novel ImpLOVEssible (Ipusnas)

Bagaimana jika kalian harus menerima pinangan dari seorang duda anak satu yang usianya berjarak nyaris dua kali umur kalian? Kira-kira, diterima atau jangan? Atau langsung tolak mentah-mentah?

Pilihan kedua itu tampaknya yang menjadi pilihan Mai Nina Aswari, tokoh utama di novel ImpLOVEssible karya dari Viera Fitani dan diterbitkan oleh Penerbit Elex Media Komputindo (2016).

Mai Nina yang baru berusia 18 tahun mendadak dilamar Rivay Arsjad, suami dari Silvi, kakak sepupu Mai yang telah meninggal dunia. Padahal Mai, yang baru lulus SMA, ingin melanjutkan kuliah di Jakarta.

Abah merasa berat hati jika melepas Mai Nina kuliah di Jakarta, karena banyaknya kasus kejahatan di kota besar tersebut. Rivay berhasil meyakinkan Abah dan Ibu, jika Mai menikah dengannya, maka mereka tidak perlu khawatir, karena ada dirinya yang akan menjaga Mai.

Demi bisa kuliah dan meraih cita-citanya, Mai terpaksa menerima kemauan Abah dan Ibu untuk menikah dengan Rivay. Meskipun ada perjanjian tak tertulis yang Mai syaratkan pada Rivay.

“Nggak ada kontak fisik ya selama nikah. Tugasku hanya nemenin Raisa. Bukan bapaknya,” tegasku.

“Kalau itu kamu jangan khawatir. Rivay mendekatkan tubuhnya ke arahku dan berbisik. “Saya kalo ngeliat kamu kebayang gorengan yang agak gosong, pahit, jadi nggak nafsu.” (hlm 28)

Lalu bagaimana kelanjutan nasib pernikahan mereka, jika tak berlandaskan pada cinta dan sering kali cekcok mulut? Meskipun Mai sudah merasa jatuh cinta pada Raisa, anak perempuan yang suka ceplas-ceplos dan menangkap bulat-bulat semua hal yang didengarnya.

Masihkah Mai mau mempertahankan rumah tangganya dengan Rivay, ketika Pak Dodi, dosen ganteng di kampus, terang-terangan menyatakan perasaannya pada Mai?

Rivay yang mengaku pada ponakannya, Ray, jika dirinya tak mencintai Mai, akankah berpaling, ketika tiba-tiba perempuan dari masa lalunya datang kembali di kehidupannya?

“Bang, gue ini keponakan lo. Mai udah gue anggap adek gue sendiri. Dia perempuan baik, Bang.”

“Karena dia baik makanya gue nikahin.”

“Dan lo nggak ada sedikit pun rasa cinta buat dia?”

“Jelas enggak. Posisi Mai nggak lebih hanya ibu sementara untuk Raisa.” (hlm 160)

Novel ini begitu ringan, menyegarkan, dan bisa diselesaikan dalam sekali duduk. Tema cerita tentang pernikahan beda usia yang terpaut jauh, meskipun sudah banyak tema sejenis, tapi penulis berhasil membuatnya berbeda, dengan menyajikan karakter-karakter unik dan gaya penceritaan yang sersan, serius tapi santai.

Saya menyukai semua karakter tokoh di novel ini, bahkan karakter para tokoh pendukungnya. Penulis telah berhasil menghidupkan karakter mereka, yang membuat cerita begitu renyah untuk dinikmati. 

Seperti karakter Mai yang polos cenderung kampungan, tomboi, suka berpakaian seenaknya, dan omongannya yang suka asal njeplak. Ditambah lagi Mai punya dua penyakit bawaan, yaitu suka sembelit kalau merasa bersalah dan ngompol kalau dirinya mendadak gugup.

Sementara Rivay digambarkan sebagai lelaki dingin yang sedikit konyol, tapi bisa tiba-tiba hangat dan menyenangkan. Dan yang terpenting, ia sosok lelaki yang sangat menyayangi keluarga.

Secara keseluruhan, novel ini berhasil memikat saya dan memberi bukti, bahwa pernikahan tanpa cinta bukanlah hal yang tidak mungkin. Semoga akan banyak lagi pembaca yang terpikat novel ImpLOVEssible setelah membaca ulasan ini.

Rie Kusuma