Bete adalah buku seri Lupus yang ke 25 (Lupus Milenia 2) karya Hilman Hariwijaya dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (2002). Buku ini ditulis oleh Hilman yang terbagi menjadi 9 cerita lepas. Untuk gambar ilustrasi dibuat oleh Wedha, Dolok dan Marcel A.W.
Dalam buku ini dikisahkan tentang Happy dan Lupus yang sudah resmi pacaran dan mereka pergi ke Bogor untuk bernostalgia, mencari penjaga sekolah mereka zaman SD, Pak Sarmili, yang ternyata sudah meninggal dunia.
Happy dan Lupus kemalaman dan baru besoknya kembali ke Jakarta. Di saat yang bersamaan Poppi sudah tiba di bandara, setelah ikut pertukaran pelajar di Amerika selama setahun.
Poppi yang mau kasih surprise ke Lupus tentang kedatangannya kecewa karena Lupus tidak ada di rumah. Mami Lupus dan Lulu beralasan Lupus pergi ke rumah Mang Ebey di Bogor.
Besoknya kucing-kucingan pun dimulai karena Poppi sudah kembali lagi ke sekolah. Lupus yang sudah pacaran sama Poppi tapi masih menggebet Happy jadi susah sendiri. Ia berusaha jangan sampai mereka bertiga ketemu barengan di sekolah. Teman-teman Lupus, Gusur dan Boim, juga berusaha menutupi.
Ngeliat situasi udah mulai gawat, takut kalo tiba-tiba Poppi dateng dari ruang guru, maka Lupus ngasih isyarat agar Boim dan Gusur berjaga-jaga di pintu kelas. Boim langsung paham kemauan Lupus. Sedangkan Gusur—seperti biasa—agak-agak telmi. Saat Gusur minta penjelasan, Boim langsung aja narik tangan Gusur. Gusur jelas kesel, langsung menarik tangannya kembali. “Apa-apaan sih dikau?” (hlm 47)
Adi Darwis, teman dari Lupus yang juga naksir Happy, memanfaatkan kesempatan untuk mencoba mendekati Happy. Ia bahkan nekat menemui Happy di rumahnya ditemani Gusur dan Boim.
Happy tiba di rumah dengan wajah sedih. Ia membayar taksi, lalu berlari ke dalam rumah. Di ruang tamu, tanpa diduga-duga Adi Darwis sudah menunggu dengan setangkai bunga mawar warna pink. Happy langsung bete, sebaliknya Adi dengan semangat langsung berdiri. (hlm 206)
Tema kisah cinta segitiga memang nggak ada matinya, seperti dalam novel Lupus yang satu ini. Namun, tentu saja penulis menyajikannya dengan cara berbeda.
Bermula dari taruhan untuk merebut hati Happy yang jadi incaran cowok-cowok satu sekolah, akhirnya Lupus malah jatuh cinta sungguhan dengan Happy.
Di novel ini tidak terlalu banyak humor seperti pada buku serial Lupus lainnya. Ya, karena judul bukunya saja Bete, dan isinya benar-benar tentang para tokohnya yang bete karena cinta.
Ending cerita dibuat menggantung, tapi sepertinya akan terjawab di buku serial berikutnya. Jadi, selamat berburu buku Lupus Milenia 3.
Baca Juga
-
Ulasan Novel Rasuk: Iri Hati, Amarah, dan Penyesalan yang Terlambat
-
Resensi Novel Voice: Kisah di Belakang Layar Para Voice Actor
-
Novel Petualangan ke Tiga Negara: Perjalanan Edukasi yang Sarat Pengetahuan
-
Resensi Novel The Infinite Quest, Kasus Penculikan dan Teknologi Awet Muda
-
Ulasan Novel Pak Djoko, Misteri Keluarga yang Dikemas dalam Bahasa Puitis
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Lupus ABG: Grafiti di Meja Ulangan, Gagal Mencontek Sesal Kemudian
-
Apa Itu Lupus Nefritis? Penyakit yang Diderita Shena Malsiana Hingga Meninggal Dunia
-
Ditanya Denny Caknan Rasanya Ketemu Happy Asmara, Bella Bonita Tampak Bete: Kenapa Orang Suka Bahas Mantan ke Pasangan?
-
Ulang Tahun ke-31, Intip Perjalanan Karier Selena Gomez yang Penuh Haru
-
The Real Superhero! Anak Derita Lupus, Viral Aksi Ayah Rela Berikan Ginjal Bikin Terharu
Ulasan
-
Review Film Tornado: Perjalanan Visual dan Cerita yang Mengalir Lambat
-
Review Film Fear Street - Prom Queen: Pembantaian Malam Pesta yang Melempem
-
Review Pee-wee as Himself: Dokumenter yang Mengantar Kejujuran Paul Reubens
-
Ulasan Buku One in a Millennial: Refleksi Kehidupan dalam Budaya Pop
-
Ketika Tubuh Menjadi Doa: Refleksi dalam In The Hands of A Mischievous God
Terkini
-
Chic dan Effortless! Intip 4 Inspirasi Gaya Kasual Harian dari Kim So Hyun
-
Kesenjangan Johann Zarco dan Somkiat Chantra Jauh, PR Besar untuk LCR?
-
Geser Stranger Things 4, Adolescence Jadi Serial Netflix Terpopuler Kedua
-
Tingkatkan Literasi Finansial, Komunitas Cademine Gelar Edukasi di Kasang
-
Anggaran Perpustakaan dan Literasi Menyusut: Ketika Buku Bukan Lagi Prioritas