Anime Jujutsu Kaisen adalah salah satu anime yang sempat menghebohkan media sosial karena ceritanya terkesan unik dan seru. Meski baru 2 season, anime ini telah menarik perhatian publik terutama para penggemar anime di Indonesia. Semua yang menontonnya pasti sudah paham konsep dasar kekuatan yang digunakan oleh para karakter dari anime yaitu energi kutukan. Namun, kenapa energi kutukan harus berasal dari emosi manusia itu sendiri?
Inilah konsep unik yang dibawa oleh creator Jujutsu Kaisen. Jika melihat pada cerita, Itadori Yuuji, Kugisaki Nobara, Gojo Satoru dan teman-teman Itadori yang lain mengikuti pendidikan penyihir kutukan agar bisa menjadi penyihir kutukan. Setiap misi yang dijalani bahkan saat melawan musuh antagonis pada cerita, mereka membutuhkan emosi sebagai bahan bakar mereka mengeluarkan kekuatan untuk memproduksi kutukan.
Konsep unik ini bisa ternyata bisa ada korelasinya dengan dunia nyata kita sebagai manusia. Tentunya itu terletak pada visualisasi energi kutukan yang terbentuk dari emosi manusia itu sendiri. Dunia pada anime Jujutsu Kaisen memperlihatkan bagaimana mengerikannya setiap jurus atau senjata yang dibuat dari energi kutukan. Sifat emosi yang berbeda pun mempengaruhi jenis kekuatan dari kutukan itu sendiri.
Namun, kita perlu memperhatikan pesan yang disampaikan dengan cara tersirat pada anime terutama bagi kamu yang suka menonton anime Jujutsu Kaisen. Kita sebagai manusia tentunya kerap menggunakan emosi dalam berinteraksi dan melakukan aktivitas apa pun. Emosi yang kita dapatkan dari pengalaman dari mengalami suatu kejadian. Kita mevisualisasikan emosi kita dengan tindakan yang menggambarkan kondisi emosi kita.
Misalnya, jika saya merasa marah kepada seseorang, maka saya bertindak baik atau buruk. Kita bisa menghabiskannya atau menyelesaikan dengan cara yang baik. Ketika merasa marah, seolah-olah energi bisa keluar untuk melampiaskan rasa kemarahan itu sehingga bahkan ada orang yang sedang marah, bisa melakukan kekerasan yang tidak masuk akal. Lalu apa hubungannya dengan di dunia Jujutsu Kaisen?
Kuncinya adalah pada emosi yang dihasilkan oleh otak. Itu tergantung pada kita apakah kita bisa mengendalikan emosi sendiri untuk mencegah kejadian buruk atau kita bisa mengalihkan pada itu kepada hal positif yang bisa membantu dan bermanfaat untuk orang lain.
Pada anime Jujutsu Kaisen, emosi yang menjadi bahan bakar untuk energi kutukan bisa menghasilkan senjata kutukan yang kuat, unik, estetik serta menakutkan. fungsinya untuk menentukan pemikiran seseorang. Anime Jujutsu Kaisen menunjukkan keragaman kekuatan kutukan pada ceritanya.
Hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah setiap manusia bisa mengendalikan emosinya terus menerus. Penyihir kutukan bisa mengubah energi kutukan ke dalam bentuk peralatan atau senjata untuk kebutuhan bertarung. Secara kode etik, penyihir kutukan akan menggunakan kutukan untuk dijadikan senjata dalam menghadapi musuh. Jadi, niat yang mereka pasangkan mempengaruhi ego dari teman-teman yang lain.
Kita bisa ambil korelasinya pada cara mengendalikan emosi sendiri. Jadi, manusia harus bisa mengendalikan emosinya agar tidak terpengaruh oleh keadaan sekitar. Memang para karakter di Jujutsu Kaisen memanfaatkan energi kutukan untuk memproduksi kekuatan yang estetik dan keren, namun mereka juga memiliki risiko dalam penggunaanya karena nyawa mereka yang jadi taruhan.
Begitu juga dengan kita manusia di dunia nyata, jika kita tidak bisa mengendalikan emosi kita sendiri, risikonya adalah nasib hidup kita, nasib pekerjaan kita dan nasib orang-orang di sekitar kita. Dengan kata lain, emosi bisa menjadi pedang bermata dua. Penyihir kutukan akan terus butuh mengendalikan emosi mereka agar bisa stabil dalam bertarung melawan musuh. Sedangkan kita sebagai manusia, butuh mengendalikan emosi untuk melewati rintangan dan menghindari kekacauan akibat dari emosi yang tidak terkendali.
Bagaimana? sudah paham kan korelasinya seperti apa? Secara tersirat anime ini mengingatkan kita untuk menjaga emosinya supaya bisa dikendalikan dan tidak lepas kendali atas diri sendiri. Semoga ini bisa bermanfaat untuk kita semua
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Saat Buku Tak Bisa Dibaca: Akses Literasi yang Masih Abai pada Disabilitas
-
Cultural Tokenism di Dunia Hiburan: Representasi atau Sekadar Simbolik?
-
Dosen di Era Digital: Antara Pendidik dan Influencer
-
Di Balik Dinding Akademik: Kampus dan Luka yang Tak Terlihat
-
Mindful Eating atau Makan Sambil Scroll? Dilema Makan Sehat dan Screen Time
Artikel Terkait
-
Ulasan Anime Chios School Road, Kejadian Diluar Nalar saat Pergi Sekolah
-
Review Film Not Friends, Pembukaan Awal Tahun yang Menyenangkan dan Emosional
-
Ulasan Anime Teasing Master Takagi-san, Kehidupan Manis Anak Sekolahan
-
Review Anime 'Goodbye, Don Glees!': Petualangan 3 Sahabat dalam Mencari Kebenaran
-
Review Film Pemukiman Setan, Sajikan Horor Ngeri dengan Aksi yang Mantap
Ulasan
-
Review Film Holly: Tenang di Permukaan tapi Gelisah di Dalam
-
Ulasan Novel The Outsider: Sisi Lain Keadilan dalam Misteri Pembunuhan
-
Ulasan Novel Black Cake: Rekaman Suara dan Sejarah Pilu Eleanor
-
Ulasan Buku Abundance: Mengulik Politik Pembangunan di Amerika
-
Review Film Ballerina: Spin-off John Wick yang Kurang Nampol?