Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rie Kusuma
Cover Catatan Harian Sang Pembunuh (Ipusnas)

Kim Young-Ha merupakan penulis yang merupakan alumni dari Yonsei University dengan gelar sarjana dan pascasarjana di bidang administrasi bisnis. Kim Young-Ha memutuskan untuk fokus dalam menulis cerita  dan mulai menulis serius di tahun 1995, cerita pendek pertamanya yang berjudul “A Meditation On Mirror”.

Diary of a Murderer: Catatan Harian Sang Pembunuh, terbitan dari Gramedia Pustaka Utama (2016) dan edisi digital (2020) adalah karya dari penulis yang akan saya ulas berikut ini.

Novel ini mengisahkan kehidupan seorang dokter hewan sekaligus mantan pembunuh berantai, Kim Byeong-su, yang terkena Alzheimer atau Demensia di usia 70 tahun. Dokter mengatakan bahwa pelan-pelan semua ingatan jangka pendeknya akan hilang.

Kim Byeong-su hanya akan memiliki ingatan-ingatan masa lalu, selazimnya pengidap demensia, sebelum akhirnya perlahan tapi pasti seluruh ingatannya akan menghilang.

Suatu kali terjadi pembunuhan berantai di desa tempat tinggal Kim Byeong-su. Sang pembunuh mengincar gadis-gadis muda, menculik mereka satu per satu, dan melakukan penyiksaan. Jasad para korban akan ditemukan beberapa hari kemudian di lokasi yang sama, dalam keadaan telanjang dengan tangan dan kaki terikat.

Kim Byeong-su sempat mengira bahwa pelaku pembunuhan berantai itu adalah dirinya. Namun, setelah melihat tanggal kejadian dan meyakini dirinya memiliki alibi yang kuat, ia menyadari ada orang lain yang melakukannya. Terlebih, ia memang sudah 25 tahun pensiun membunuhi orang-orang.

Sampai ketika tanpa sengaja Kim Byeong-sun menabrak mobil—sebuah Jeep seperti milik pemburu yang bagian bak belakangnya tampak darah menetes-netes—yang dikendarai seseorang yang kemudian diketahui bernama Park Ju-tae, tokoh utama kita ini meyakini bahwa ia tengah berhadapan dengan sang pembunuh berantai. Tatapan pembunuh yang sama, yang hanya akan dikenali sesama pembunuh saja.

Ketika suatu hari Eun-hee, anak tirinya, mengenalkan kekasihnya yang ternyata adalah Park Ju-tae,  Kim Byeong-su menyadari bahwa anak tirinya dalam bahaya karena ia akan menjadi korban selanjutnya dari sang pembunuh berantai.

Sesuai judul bukunya maka novel ini menggunakan gaya penulisan ala buku harian, tapi dengan meniadakan keterangan waktu: tanggal maupun hari, dengan Kim Byeong-su sebagai narator di sepanjang alur cerita.

Terdapat lompatan-lompatan dalam catatan harian yang dituliskan, sesuai kondisi tokoh utama yang mengidap demensia. Ingatan-ingatan terkuat sang tokoh lebih banyak ke masa-masa remajanya hingga pembunuhan terakhir yang dilakukannya di usia 45 tahun.

Saya sebagai pembaca ikut merasakan ketakberdayaan sang tokoh utama karena ingatannya yang payah. Ia berusaha sekeras mungkin menjaga ingatannya melalui catatan-catatan dan rekaman suara, dengan satu tujuan, untuk tetap mengingat Park Ju-tae dan menghindarkan Eun-hee dari ancaman pembunuhan.

Penulis juga dengan baik berhasil mengarahkan pembaca untuk masuk ke lubang-lubang jebakan yang disiapkan di sana-sini. Sesuatu yang semula tidak saya sadari, sampai ketika suatu hari Eun-hee menghilang, saya mulai meraba-raba kemungkinan yang mendadak muncul dalam kepala.

Plot twist yang saya temukan itu ternyata masih disusul dengan plot twist lain yang lebih mencengangkan. Sebagai pembaca, saya merasa benar-benar sudah dicuci otak, sampai tak menyadari apa yang sesungguhnya terjadi. Jebakan besar terhadap pembaca melalui ingatan-ingatan penderita Alzheimer.

Rie Kusuma