"LAMPIR" membawa penonton ke dalam dunia horor dengan sentuhan thriller, yang sudah bisa disaksikan di bioskop-bioskop kesayangan. Tayang sejak 14 Februari 2024, film ini cukup bikin kepo dengan durasinya yang padat sekitar 97 menitan. Film Lampir disutradarai oleh Kenny Gulardi, yang juga menulis skenario. Sementara Gandhi Fernando, Philip Lesmana, dan Clarissa Tanoesoedibjo, merupakan produsernya. Pemain utamanya melibatkan Jolene Marie, Rory Asyari, dan masih banyak lagi.
Kisah Film Lampir mengikuti petualangan menegangkan Wendy (Jolene Marie) dan Angga (Rory Asyari), sepasang kekasih yang tengah mempersiapkan pernikahan mereka. Untuk menciptakan kenangan indah sebelum hari besar, mereka memilih vila megah bergaya vintage sebagai lokasi pemotretan pre-wedding. Berhubung nggak mau bahagia berdua saja, mereka pun mengajak teman-temannya.
Keputusan untuk mengajak beberapa teman ikut serta dalam momen spesial itu, menjadi awal teror yang nggak terduga. Vila itu rupanya bukan sekadar tempat indah, melainkan juga merupakan tempat persemayaman Mak Lampir; makhluk gaib yang berusaha mendapatkan keabadian dan ingin menjadi wanita tercantik dengan cara yang mengerikan. Mak Lampir pun memulai permainan mematikan, menebar ketakutan dan kengerian yang nggak terbayangkan. Dalam upaya mereka untuk melarikan diri dari vila angker, mereka malah dihadapkan pada rintangan dan bahaya yang mengerikan.
Ulasan:
Film terbaru Kenny Gulardi, "Lampir" (2024), akhirnya bikin aku nostalgia pada karakter Mak Lampir, sebuah legenda klasik yang sebelumnya menghiasi layar televisi melalui sinetron lawas: "Misteri Gunung Merapi" (1998-2005). Namun, meskipun dihadirkan dalam suasana yang lebih modern, film ini memiliki sejumlah kekurangan yang nggak dapat diabaikan. Satu di antaranya; keseraman film nggak terlalu terasa.
Sebagai langkah awal, karakterisasi Mak Lampir yang diusung dalam film ini tampaknya terjebak dalam usaha untuk ‘memodernisasi’ legenda klasik tersebut. Meskipun Kenny Gulardi menyutradarai dan menulis naskahnya, tetapi motif ‘Kecantikan Mak Lampir’ terasa terlalu dangkal. Sosok Mak Lampir, yang seharusnya menakutkan, justru kehilangan daya tarik. Motif utama Lampir, yang seharusnya menjadi inti cerita, justru tersirat dan kurang mendapat eksekusi yang memadai. Referensi aslinya tampak terabaikan, dan aku dibiarkan kebingungan tanpa pengarahan yang jelas.
Dalam menghadirkan narasi, film ini memperlihatkan kegagalan dalam membangun alasan mengapa Lampir memangsa korbannya. Meskipun ada upaya untuk menjelaskan melalui visualisasi mimpi Wendy, tapi hal ini nggak cukup tegas dan terasa samar.
Selain itu, beberapa bagian dialog terasa nggak efektif. Aku bahkan terganggu dengan informasi vila yang sudah berdiri sejak tahun 1900-an, tapi terlihat modern dan kayak bangunan baru. Mungkinkah habis direnovasi? Nggak terlalu jelas informasinya! Film ini juga agak minus dalam aspek produksi pada desain ruangan rahasia, di mana sisi artistiknya terkesan murah dan agak kurang diperhatikan detailnya. Terus color grading yang berubah secara drastis selama adegan di luar ruangan, tentunya menciptakan ketidakselarasan visual. Selain itu, juga ada beberapa kali pergerakan kamera yang bikin mataku pusing.
Film Lampir memang ada twist-nya. Namun, sayangnya, lebih banyak poin negatifnya. Sebagai film perdana dari Vision+, "Lampir" belum mampu meninggalkan kesan yang berarti. Secara subjektif skor dariku: 3/10, untuk nostalgia, akting pemeran, dan kisah yang cukup menghibur. Pokoknya jangan sampai batal nonton, karena bisa jadi, film ini akan kamu anggap bagus. Selamat menonton, ya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Daya Pikat Film Good Boy, Melihat Setan dari Mata Seekor Anjing
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
Saat Lyto Pictures Menyuguhkan Luka Melalui Film Sampai Titik Terakhirmu
-
A24 Hadirkan Rom-Com Afterlife Paling Menyentuh Lewat Film Eternity
-
Menariknya Film Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung, Sekuel yang Berani Ganti Sudut Pandang
Artikel Terkait
-
Review Film Ali Topan, Adaptasi Sebuah Romansa Bad Boy dari Materi Lawas
-
8 Potret Kim Soo Hyun di Queen of Tears, Drama Barunya yang Segera Tayang di Awal Maret
-
4 Rekomendasi Drama Cina Bertema Time Travel yang Harus Kamu Tonton
-
Review Luz the Light of the Heart, Mengorek Asal-Usul, Terbaru dari Netflix
-
Habib Rizieq Bicara Soal Film Dirty Vote, Singgung Pihak-pihak Yang Melapor
Ulasan
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Review Film Ballad of a Small Player: Visual Ciamik tapi Kesan Akhir Kosong
-
The Principles Of Power: Rahasia Memanipulasi Orang Lain di Segala Situasi
-
Review Film Dongji Rescue: Kisah Heroisme Lautan yang Menggetarkan
-
Les Temptes de la Vie: Ketika Musik, Paris, dan Badai Hidup Menyatu
Terkini
-
Sosok Benjamin Paulus Octavianus, Dokter Spesialis Paru yang Jadi Wamenkes
-
Auto Ganteng Maksimal! 3 Ide Outfit Keren ala Mas Bree yang Bisa Kamu Tiru
-
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2025: Kesehatan Mental Hak Semua Orang
-
Harus Diakui, Timnas Indonesia Kerap Kehilangan Identitas Permainan di Era Patrick Kluivert
-
Curhatan Anya Geraldine, Sering Dikirimi Video Siksa Kubur oleh Sang Ibu