Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rie Kusuma
Cover Kejantanan di Sumbing.[Dok. Ipusnas]

Kejantanan di Sumbing merupakan kumpulan cerpen karya dari Subagio Sastrowardoyo dan diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada tahun 1982.

Buku yang memuat tujuh cerita pendek ini mempunyai kaitan dengan suasana revolusi 1945. Namun, tema-tema sentral dalam cerpennya bukanlah revolusi 1945 dan perang kemerdekaan. Suasana revolusi hanya digunakan sebagai latar tempat cerita.

Seperti pada cerita pendek yang menjadi pembuka di buku ini yang berjudul Perawan Tua. Dikisahkan sang tokoh utama, Tarminah, tak kunjung menikah meskipun usianya telah berada di angka 35 tahun.

Tarminah bertahan untuk tetap setia  sampai Prapto, tunangannya, kembali dari peperangan di gunung. Berbulan-bulan mereka hanya saling berkirim surat melalui kurir, yang kedatangannya tak bisa diprediksi.

Tarminah tetap teguh pada pendirian meskipun banyak lelaki lain yang ingin mendekatinya, termasuk Sarjono, seorang pelukis yang pernah berniat menikahi Tarminah.

“Mengapa kita harus kawin untuk melangsungkan cinta, Mas Jono,” penolakannya kepada Sarjono, ketika ia hendak mendesakkan kemauannya. “Kita bisa tetap begini. Kamu sahabatku, tempat aku mempercayakan hatiku dan aku yang mengilhami kamu dalam kerja senimu.” (Hal. 6)

Ada sesuatu hal yang terjadi pada tunangan Tarminah yang sudah diketahui oleh perempuan itu. Namun, keinginannya untuk tetap bersetia menjadikan kisah ini demikian miris ketika saya membacanya.

Cerpen selanjutnya yang juga merupakan judul buku ini, Kejantanan di Sumbing, juga berlatar pada masa peperangan, tepatnya terjadi di Gunung Sumbing.

Cerpen ini menggunakan alur campuran tentang tokoh aku yang ‘terjebak’ oleh seorang perempuan yang diduga mata-mata.

Sulinah, nama perempuan itu, meskipun tidak cantik tapi memiliki tubuh yang molek. Keputusan tokoh aku untuk membunuh Sulinah, nyatanya tak berhasil dilakukannya karena pesona Sulinah.

Aku merasa diberi hajat hidup yang melimpah dan nikmat. Aku lalu lupa kepada kengerian mati sendiri. Aku akan lepas dari pusaran hidup yang tak berujung pangkal. Lalu aku menangkap tubuh perempuan itu selaku harimau menerkam mangsanya dan mengerkahi mulutnya yang kacau berbisik-bilik sehingga diam terkecup. (Hal. 17)

Ketika Sulinah akhirnya hamil, tokoh aku harus turut membawa Sulinah dalam peperangan melawan tentara Belanda, yang jelas sangat merepotkan karena menjadikannya beban yang menghambat gerak.

Usia kandungan Sulinah telah memasuki empat bulan ketika akhirnya pasukan berhasil turun ke dusun. Tokoh aku lalu meninggalkan Sulinah di sana, meskipun perempuan itu menolak karena khawatir akan keselamatan nyawanya.

Cerita ini berakhir dengan ending yang tak terduga dan membuat saya terpukau oleh kelihaian penulis dalam menyajikan ceritanya.

Ending serupa yang menyajikan plot twist yang buat saya tercengang ada pada cerpen Mengarak Jenasah. Lalu kisah-kisah yang tak kalah memikat ada pada cerpen, Cuma Rangka-Rangka Besi Tua, Wonosari, Kota Kependudukan, dan Cerita Sederhana tentang Sumur.

Saya sangat menikmati membaca keseluruhan cerpen di buku ini. Apalagi dengan banyaknya kosa kata lama yang yang susah sangat jarang dipakai di masa sekarang, seperti: mengerkahi, disiukkan, bertarak, rangkung, jenjam, mendongong. Mengingatkan saya pada sejumlah novel milik Remy Sylado yang juga kaya dengan kosa kata serupa.

Kumpulan Cerpen Kejantanan di Sumbing telah merangkum banyak hal tentang cinta, kesetiaan, hasrat terpendam manusia, hakikat kebahagiaan, dan dendam. Semuanya digarap secara apik oleh penulis dan menyentuh hati saya sebagai pembaca. Sungguh sebuah bacaan yang memperkaya jiwa.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Rie Kusuma