Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Akramunnisa Amir
Sampul Buku Hati Tak Bertangga (Goodreads)

Ketika berbicara tentang hati, ada banyak hal yang akan menyentuh seseorang. Pembicaraan tentang hati tidak pernah lepas dari bagaimana kita menemukan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan dari dalam diri. 

Sebagaimana buku berjudul 'Hati Tak Bertangga' yang ditulis oleh Adi Prayuda dan Ikhwan Marzuqi. Buku ini ibarat sebuah tempat peristirahatan kala melakukan perjalanan panjang yang melelahkan. Dengan memandang kebahagiaan dan penderitaan sebagai sesuatu yang sederhana.

Ada banyak nasihat menyentuh yang dipaparkan oleh kedua penulis. Misalnya tentang mengambil jeda dari hiruk pikuk dunia. Sebab, terkadang hati kita dipatahkan, dikecewakan, bahkan cinta kerap bertepuk sebelah tangan.  

"Kalau kita mencintai seseorang, sekalipun tidak diungkapkan dengan kata-kata, orang yang kita cintai itu akan bisa merasakan. Ada matriks di alam ini yang mampu mengalirkan energi cinta melebihi radius yang bisa dijangkau wi-fi (halaman 3)." 

Sejalan dengan pembahasan tentang hati dan perasaan tersebut, buku ini berisi 16 tulisan yang berupa kontemplasi dan hasil perenungan penulis tentang cara memandang kebahagiaan. 

Salah satu hal menarik adalah pembahasan tentang meraih kedamaian hidup. 

Jika kita ditanya, mana hal yang harus diprioritaskan antara mengejar ambisi atau meraih kedamaian?

Ada yang menganggap bahwa ambisi (karier, materi, status sosial) adalah sesuatu yang harus kita kejar terlebih dahulu agar kita bisa memperoleh kedamaian.

Namun sebaliknya, ada pula yang menganggap bahwa kedamaian adalah sesuatu yang harus kita prioritaskan agar bisa tenang dalam mengejar ambisi dunia. 

Menurut penulis, lebih baik meraih kedamaian sebelum yang lainnya. Sebab, perasaan damai akan memberikan rasa cukup.

Sedangkan mengejar ambisi dan menjadikannya prioritas utama justru kebanyakan malah merenggut kedamaian yang kita miliki. 

Hal lain yang juga menjadi pembahasan dalam buku ini adalah pentingnya menerima cara pandang orang lain.

Setiap manusia tentu punya pola pandang yang berbeda. Maka hendaknya kita jangan memaksakan kehendak.  

Demikianlah, ada banyak kalimat-kalimat menenangkan yang disuguhkan dari buku sederhana ini. Membacanya rasanya seperti membaca puisi, namun dalam bentuk prosa yang panjang.  

Saran saya, buku ini harus dibaca pelan-pelan agar kita bisa memahami pesan tersirat yang dimaksud oleh penulis.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Akramunnisa Amir