Manakah yang lebih baik: memberi label orang lain dengan sebutan dasar toxic! atau melakukan koreksi diri dengan bertanya apakah saya toxic? Apapun pilihannya, sebaiknya perilaku toxic harus dihindari karena tindakan ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental kamu.
Pertama kali digunakan dalam istilah kimia, toxic berasal dari kata toxicus yang artinya beracun atau bisa mematikan. Dalam hubungan interpersonal diterjemahkan sebagai perilaku beracun yang dapat merugikan diri sendiri serta menyakiti dan membunuh karakter orang lain.
Buku berjudul Apakah Saya Toxic? tulisan Indra Santo MBA, mengulas tentang perilaku toxic pada perspektif pelaku perundungan. Melalui evaluasi dan testimoni, penulis mengajak pembaca untuk melakukan introspeksi diri dengan mencari tahu apakah tindakan kita terindikasi oleh virus toxic atau tidak dengan harapan agar hubungan baik dengan orang lain tetap terjaga.
Karena ditandai dengan indikator kontrol yang berlebihan, tindakan manipulasi, perilaku agresif, pengabaian, dan sikap merendahkan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain maka perilaku toxic dipastikan dapat menciptakan iklim hubungan interpersonal menjadi tidak sehat.
Controller mengendalikan orang lain dengan ancaman, memaksakan kehendak, melontarkan kritik dengan kasar, memberi nasehat secara paksa, bahkan melukai orang lain lewat tindakan kekerasan fisik dan psikologis yang dilakukannya.
Secara verbal atau melalui tindakan, mereka suka memanipulasi orang lain sehingga menjadi emosional, merasa bersalah, marah, dan malu. Dengan memanfaatkan kelemahan dan ketidakpastian orang lain tersebut mereka dapat menikmati kemenangan dengan cara tidak terhormat.
Individu toxic dengan mudahnya merendahkan, menghina, mengecam, dan menyampaikan kritik negatif yang tidak membangun secara terus menerus sehingga dapat merusak harga diri dan meninggalkan bekas trauma bagi orang lain yang menjadi sasaran kemarahannya.
Neglect atau pengabaian seringkali luput dari perhatian karena perilaku ini nyaris tidak dapat dideteksi dan tidak sengaja dilakukan. Terjadi saat kita sendiri memiliki beban masalah sehingga tidak bisa berbagi dengan orang lain. Dampaknya, kita dianggap tidak bisa menghargai kehadiran dan perasaan orang lain sehingga tampak tidak memiliki kepedulian.
Kadang-kadang pikiran kita lebih mudah terfokus kepada mencari kekurangan dan kesalahan orang lain daripada menyadari kekurangan dan mencari kesalahan sendiri sehingga tidak berani mengakui kenyataan bahwa sebenarnya setiap orang memiliki probabilitas yang sama untuk menjadi toxic.
Dalam testimoni, penulis melakukan introspeksi dengan mengingat segala tindakan yang telah dilakukan untuk mencari ada atau tidaknya indikator perilaku toxic tersebut dalam dirinya. Melalui evaluasi diri dengan mengingat bagaimana cara dirinya ketika berbicara, berkomunikasi, serta merespons saran dan kritik dari orang lain.
Hasilnya ditemukan bahwa beberapa indikator perilaku toxic tersebut pernah dilakukan oleh penulis terhadap orang tua, pasangan, anak, dan teman kerja lewat controlling, sikap posesif, dan kekerasan verbal sehingga merusak hubungan interpersonal yang telah dibangunnya dengan susah payah.
Kenyataan tersebut menggugah penulis untuk melakukan refleksi diri dengan cara merawat komunikasi yang sehat, belajar mengelola emosi, menerima feedback, dan menumbuhkan empati sehingga dapat membangun kembali hubungan baik dengan orang-orang terdekatnya.
Buku yang diterbitkan oleh Bintang Semesta Media, Yogyakarta, 2023 ini juga menyajikan perangkat identifikasi yang digunakan oleh penulis sebagai pertimbangan dalam membuat perubahan diri seperti Toxicity Quiz, Toxic People: Dealing with Dysfunctional Relationship, Myers-Briggs Type Indicator, Big Five Personality Traits, dan Dark Triad.
Introspeksi diri dan testimoni adalah sikap berani dari individu terindikasi toxic yang dapat diterapkan untuk membangun kembali keretakan hubungan interpersonal dengan orang terdekat agar kembali utuh. Selamat membaca, semoga bermanfaat.
Baca Juga
-
'Psikologi Keluarga', Rekomendasi bagi Pewaris Karakter Sistem Sosial
-
'Psikologi Kognitif' tentang Bagaimana Ingatan Manusia Bekerja
-
Ketika Freudian Slip Menjadi Bumerang bagi Gus Miftah Maulana
-
Ubah Mindset lewat Buku Akses, Informasi, dan Disabilitas
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku 'Kita, Kami, Kamu', Menyelami Dunia Anak yang Lucu dan Jenaka
-
Ulasan Buku Rahasia Sang Waktu, Investasikan Waktu untuk Kehidupan Bermakna
-
Ulasan Buku Bad Habits, Kebiasaan Buruk Gen Z yang sering Dinormalisasi
-
Ulasan Buku 'Hati-hati Yaaa,' Kumpulan Cerita yang Meningkatkan Kewaspadaan
-
Ulasan Novel Betting on You: Sebuah Taruhan yang Menjadi Hubungan Romantis
Ulasan
-
Ulasan Buku 'Kita, Kami, Kamu', Menyelami Dunia Anak yang Lucu dan Jenaka
-
Ulasan Buku Rahasia Sang Waktu, Investasikan Waktu untuk Kehidupan Bermakna
-
Ulasan Novel Aroma Karsa, Menjelajahi Isi Dunia Melalui Aroma
-
Ulasan Novel Sagaras: Petualangan Ali dalam Melawan Ksatria Sagaras
-
Review I'm Not a Robot: Saat Captcha Bikin Kita Ragu, Aku Manusia atau Bot?
Terkini
-
Segere Wes Arang-Arang, Fenomena Remaja Jompo dalam Masyarakat!
-
Sinopsis Film Berebut Jenazah: Bukan Horor, tapi Kisah Haru di Tengah Perbedaan
-
Generasi Muda, Jangan Cuek! Politik Menentukan Masa Depanmu
-
Pesta Kuliner Februari 2025: Promo Menggoda untuk Para Foodie!
-
4 Inspirasi Clean Outfit ala Hwang In-youp, Gaya Makin Keren Tanpa Ribet!