Menurut salah satu pepatah Afrika, it takes a village to raise a child. Meskipun terkesan hiperbola, tapi pepatah tersebut mungkin memang benar adanya.
Bagi yang tengah menjalani status sebagai seorang ibu baru atau mama muda, perihal membesarkan anak itu bukan sesuatu yang sederhana. Melainkan sebuah perjalanan yang akan melibatkan banyak hal, dengan lika-liku perjuangan yang tidak mudah.
Tentu setiap ibu punya cerita menariknya masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, kumpulan penulis perempuan yang terdiri atas Lea Agustina Citra, Ken Terate, Ruwi Meita, Mia Arsjad, Christina Tirta, dan Malashantii menulis kumpulan cerpen dalam Serial Mamah Muda dengan judul 'Langkah Kaki Kecil'.
Dalam kumpulan cerpen ini, para penulis di atas membagikan cerita menarik yang terinspirasi dari keseharian para mama muda dari berbagai latar belakang.
Mulai dari beratnya kehidupan single parent, ibu yang menghadapi perceraian dan perselingkuhan suami, menghadapi tantrum dan sibling rivalry antar anak, kelelahan mengurus keluarga, hingga drama asisten rumah tangga yang pulang kampung.
Meskipun cerita-cerita di atas hanyalah fiktif, namun pengalaman setiap tokoh, mulai dari Rema yang kebingungan mencari Salsa yang kabur, Cath yang pusing menghadapi kecemburuan Ava dan Aya, hingga cerita para macan ternak (mamah cantik anter anak) di sekolah terasa begitu sangat dekat dengan keseharian para ibu dengan segenap problematikanya.
Melalui kumpulan cerpen ini, saya bisa berkaca bahwa setiap ibu, entah yang memilih untuk jadi working mom atau stay at home mom punya tantangannya masing-masing.
Ada yang sekilas sangat santai menghadapi perannya karena ditopang oleh support system yang baik, ada pula yang harus berjibaku 24 jam seorang diri dalam menghadapi pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya.
Yang pasti, kita tidak bisa dengan mudah menjustifikasi setiap peran ibu karena tantangan yang kita hadapi berbeda-beda.
Apa yang terlihat di balik postingan media sosial juga tidak selamanya mewakili kondisi yang sebenarnya.
Tampaknya, pepatah it takes a village to raise a child itu memang sangat valid. Kalau kamu ingin membuktikan hal tersebut, kumpulan cerpen ini bisa jadi buku yang menggambarkannya dengan baik!
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku 'Daily Parenting', Panduan Mengasuh Anak untuk Para Orang Tua
-
Aspek-aspek Penting dalam Buku Seni Berhubungan dengan Orang Lain Karya Richard Templar
-
Berhujan-hujan Memang Menyenangkan, Ulasan Buku Dwibahasa 'Udan-udanan'
-
Ulasan Buku The Subtle Art of Not Giving a F*ck: Memilih Prioritas Dalam Hidup
-
Resensi Buku 'Misteri Museum di Batavia': Mengungkap Pencurian Lukisan Kuno
Ulasan
-
Ulasan Buku "Revenge of the Tipping Point", Kombinasi Psikologi Dunia
-
Review Film Wasiat Warisan: Komedi Keluarga dengan Visual Danau Toba
-
Review Film Zootopia 2: Petualangan yang Lebih Dewasa dan Emosional
-
Ulasan Film Steve: Kisah Satu Hari yang Mengancam Kewarasan
-
Ulasan Buku Melania: Tokoh Publik Amerika Serikat yang Melegenda
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Air Putih, 5 Manfaat Infused Water untuk Kesehatan
-
Marselino Absen, Kini Hanya Tersisa 2 Alumni Generasi Emas SEA Games 2023 di Skuat Garuda
-
Jangan Dianggap Sepele, Ini 5 Langkah Penting Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut
-
10 Tanaman Hias Pembersih Udara, Bikin Kamar Segar Tanpa Air Purifier
-
5 Alasan Wajib Nonton Yummy Yummy Yummy, Drama China tentang Kuliner