Selalu menyenangkan menemukan buku sastra lama di aplikasi Ipusnas, perpustakaan digital tempat saya biasa meminjam berbagai koleksi buku yang lumayan lengkap.
Kali ini saya menemukan novel remaja dari seri Kancil berjudul Buku-Buku Loak karya dari Istijar Tajib Ananda, yang diterbitkan pertama kali oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1978 dan edisi digitalnya 2019.
Buku ini berkisah tentang empat orang remaja SMA, yang tinggal di perantauan dan mengontrak sebuah rumah untuk ditempati bersama. Mereka adalah Niko, Bido, Edi, dan Kurdi.
Suatu hari buku-buku pelajaran yang mereka miliki hilang dari kamar masing-masing. Bido yang pertama kali menyadari, buku Ilmu Hayatnya sudah tak ada saat akan membacanya. Lalu menyusul teman-temannya pun menyadari bahwa beberapa buku mereka sudah raib.
Bido lalu berupaya menyelidiki hilangnya buku-buku tersebut. Si penggemar seri detektif Sherlock Holmes itu bahkan menjelajah sampai Pasar Senen untuk membuntuti seseorang yang ia curigai.
Siapa nyana, orang yang dicurigainya tersebut adalah salah satu dari teman satu kontrakan. Namun, benarkah jika orang tersebut memang sang pencuri buku? Bisakah Bido membuktikan kecurigaannya, jika hanya berdasarkan bukti bahwa orang tersebut baru saja menjual buku-buku di pasar loak?
Cerita sederhana ini mengajak saya bernostalgia dengan settingnya, yaitu Jakarta di tahun 70-an. Salah satunya Pasar Senen, yang kala itu masih menjadi surga buku bekas dengan harga yang sangat terjangkau dengan koleksi buku beragam.
Beberapa kendaraan umum masa itu yang kini jarang dijumpai atau bahkan sudah punah, seperti oplet, helicak, bemo, dan bus kota, juga turut mewarnai cerita dalam aksi Bido yang membuntuti temannya.
Alur cerita cukup menarik dengan konflik ringan, berpusat pada pencurian buku dan upaya mencari pelakunya, yang ternyata tak semudah dan sesederhana yang saya duga.
Berhubung novel ini berlatar tahun 70-an tentu saja ada perbedaan dalam gaya bahasa. Saya juga menemukan kata-kata yang sepertinya tak digunakan lagi saat ini, seperti “kurang ekor”.
Dua kali “kurang ekor” disebutkan dalam dialog dan digunakan untuk mengumpat, saya jadi berkesimpulan, mungkin, artinya sama dengan “kurang ajar”. Tapi, tentu saja ini murni hanya dugaan saya.
Seperti umumnya buku sastra lama yang biasanya sarat akan pesan moral, novel Buku-Buku Loak juga memberikan amanat yang mendalam, yaitu agar tak mudah menjatuhkan tuduhan, berupaya mencari kebenaran dari sesuatu hal sebelum mengambil keputusan, dan mengutamakan nilai-nilai persahabatan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Menyusuri Sejarah Semarang dalam Novel Kebakaran Misterius di Kota Lunpia
-
Ulasan Novel Nemesis: Pengusutan Kasus Pembunuhan Sepuluh Tahun Lalu
-
Ulasan Novel Demon Rumm: Karya Sandra Brown yang Kurang Menggigit
-
Ulasan Novel Mawar tak Berduri: Pembunuhan Dua Perempuan di Maidensford
-
Ulasan Novel Rasuk: Iri Hati, Amarah, dan Penyesalan yang Terlambat
Artikel Terkait
-
Lestarikan Sastra, SMA Negeri 1 Purwakarta Gelar 10 Lomba Bulan Bahasa
-
Resensi Novel Lari dari Pesantren: Sebuah Renungan dari Kisah Dua Santri
-
Puisi Menggema di FKIP Unila, Imabsi Gelar Kegiatan Sehari Berpuisi
-
Tumbuhkan Empati Sejak Dini, Peran Penting Sastra dalam Perkembangan Sosial Anak
-
Review Buku Klasik Le Petit Prince, Dongeng yang Menyentil Orang Dewasa
Ulasan
-
Ketua BEM and His Secret Wife: Serial Adaptasi Wattpad yang Bikin Penasaran
-
Review Anime Babanbabanban Vampire, Menampilkan Sisi Lain Cerita Vampir
-
Mengurai Makna Hubungan Toxic Lewat Lagu Payphone oleh Maaron 5
-
Menyusuri Sejarah Semarang dalam Novel Kebakaran Misterius di Kota Lunpia
-
Buku A Little Book of Japanese Contentments: Bahagia dalam Filosofi Jepang
Terkini
-
Sinopsis Superman 2025, Kisah Baru Superman Versi James Gunn akan Dimulai
-
Mahasiswa Bukan Robot, Saatnya Kembali Berpikir di Era AI
-
4 Rekomendasi Tablet 1 Jutaan Terbaik 2025: Layar Lebar, Baterai Jumbo
-
Pertunjukan Akrobatik Cirque de Luna dari Rusia Hadir di Resinda Park Mall
-
5 Fakta Menarik Wajib Diketahui Sebelum Nonton Alice in Borderland Season 3