'Piknikita' karya Jauza Imani dan Kurnia Effendi adalah buku yang menghimpun puisi yang mereka sebut sebagai 'mantra'. Pasalnya, puisi-puisi yang ada di dalamnya memuat dua hal, yakni harapan dan doa sederhana, serta sugesti agar semangat berkarya setiap harinya.
Adapun judul buku puisi ini terinspirasi dari pemikiran bahwa menulis puisi itu ibarat sedang berangkat piknik.
Proses dalam menghasilkan sebuah tulisan adalah perjalanan menelusuri wisata pikir dan batin. Dengan menulis, kita sesungguhnya sedang mengolah, menafsirkan, dan mengejawantahkan perasaan menjadi sebuah karya yang bermakna.
Hasil dari proses tersebut setidaknya berisi kelegaan dan penghiburan. Sebagaimana kegiatan piknik yang mampu membuat suasana hati kita semakin membaik.
Di dalam buku Piknikita ini, kedua penulis kemudian merangkum puisi-puisi dengan tema yang beragam. Tapi sebagian besarnya adalah puisi yang bercerita tentang kehidupan dan hal-hal berharga di dalamnya. Berikut salah satu kutipan yang bagi saya cukup menarik.
Berguru dari hulu
Ilmu tak memandang waktu
Berhelat di setiap tempat
Jiwa tahu kapan rehat
Sejak memasang arah utara
Pikiran sudah mengembara
Terus mencinta
Berkemaslah untuk patah hati
yang menguatkan rasa memiliki
(hal. 25)
Puisi di atas mengingatkan seseorang agar terus bersiap-siap dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Sebab, setiap momen, entah itu baik atau buruk selalu mengandung pembelajaran. Puisi ini mengandung sebuah pesan optimisme bahwa seseorang yang selalu 'bersiap-siap' adalah mereka yang bisa bertahan dalam situasi yang paling tak mengenakkan sekalipun.
Secara umum, puisi-puisi yang ada di dalam buku ini cukup inspiratif. Diksi yang digunakan lumayan mudah dipahami sehingga pembaca bisa ikut merasakan apa yang sedang ingin disampaikan oleh penulis.
Hanya saja, secara pribadi saya tidak merasakan sentuhan emosionalnya. Puisi-puisinya memang indah, estetik, tapi esensi yang dibawakan terasa kurang menohok.
Namun terlepas dari hal tersebut, setiap buku puisi memang akan menemui pembacanya masing-masing. Tidak setiap buku akan cocok dengan selera semua pembaca. Termasuk buku puisi ini. Tapi bagi pembaca yang sangat menyukai detail keindahan dan estetika bahasa, Piknikita barangkali bisa menjadi puisi yang menarik untuk disimak!
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Tag
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Buku Belajar dari Teh: Menemukan Makna Kehidupan dalam Aktivitas Sederhana
-
Buku Sepasang Sepatu: Sapardi Djoko Damono dan Pesan Cinta yang Sejati
-
Empati kepada Lingkungan Sekitar dalam Buku 'Ssst... Jangan Berisik'
-
Buku Robusta Pukul Dua Pagi: Sekumpulan Puisi tentang Keresahan Orang Muda
-
Ulasan Buku Unbroken: A World War II Story of Survival
Ulasan
-
Ulasan The Price of Confession: Duet Gelap Kim Go Eun dan Jeon Do Yeon
-
4 Tempat Padel di Bandung yang Instagramable, Nyaman, dan Cocok Buat Pemula
-
Di Balik Tahta Sulaiman: Menyusuri Batin Bilqis di Novel Waheeda El Humayra
-
Review Film The Stringer - The Man Who Took the Photo: Menelusuri Jejak Fakta
-
7 Film Indonesia Paling Laris 2025: Animasi, Horor, hingga Komedi
Terkini
-
Cantik Nggak Harus Mahal, Inilah 5 Tips Tampil Alami dan Tetap Glowing
-
5 Rekomendasi Drama China Zhao Yaoke, Mantan Member KOGIRLS
-
Punya Mata Batin, Sara Wijayanto Akui Belajar dari Makhluk Tak Kasat Mata
-
Niatnya Bikin Konten Nakal di Bali, Bintang OnlyFans Ini Malah Berakhir Didenda dan Dideportasi
-
Sambut Akhir Pekan, Ini 5 Rekomendasi Drama China Fantasi yang Tayang 2025