Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Rie Kusuma
Cover buku Imung Pencuri Aneh (Dok. Ipusnas)

Sudah beberapa kali saya membaca buku serial Imung karya dari Arswendo Atmowiloto. Tapi, baru sekarang saya membaca buku seri pertama dari Imung, yang menjadi cikal bakal dari petualangan Imung, sang detektif cilik.

Buku seri pertama tersebut bertajuk Pencuri Aneh. Buku inilah yang melatarbelakangi terciptanya karakter Imung, bocah SD yang ‘bermarkas’ di atas pohon jambu depan kantor polisi.

Di sejumlah serial Imung lainnya yang pernah saya baca, Imung sudah menjelma menjadi anak SMP, tapi tetap dengan ciri khas yang tak bisa hilang, yaitu: koreng di bawah lutut kiri, rambut berponi yang selalu menjuntai, seragam lusuh, berkuku hitam, tapi memiliki otak cemerlang dalam membantu polisi untuk menguak banyak kasus kejahatan.

Di kasus perdananya ini, Imung menyelidiki kasus pencurian aneh. Sejumlah pencurian terjadi di kota tempat Imung tinggal, mulai dari pakaian yang digasak saat masih di jemuran, toko buku yang dirampok habis-habisan, sampai pencurian daging, dan alat-alat kedokteran sebuah klinik.

Di setiap pencurian random tersebut, sang pencuri selalu meninggalkan sepucuk surat yang diketik rapi menggunakan huruf kapital, tanpa sedikitpun ada kesalahan penulisan.

Melalui buah pikiran Imung untuk menyelidiki toko-toko yang menjual jenis kertas, Komandan Polisi terpikir pula untuk menyelidiki toko-toko yang menjual mesin ketik yang kemungkinan digunakan pelaku pencurian aneh (Hal. 35-36).

Imung memang dekat dengan pihak kepolisian, selain karena ayahnya sendiri seorang pensiunan polisi, juga karena rumah yang Imung tinggali digunakan sebagai kantor polisi.

Hasil penyelidikan polisi mengarahkan mereka ke seorang tamu Hotel Internasional bernama Marsudi, yang diketahui membeli mesin ketik melalui perantara penjaga hotel, Suminarto. Sayangnya, polisi gagal menangkap Marsudi yang sudah keburu check out di hari sebelumnya.

Lantas bagaimana aksi Imung selanjutnya? Dapatkah ia membantu polisi sekali lagi untuk menangkap pelaku pencurian aneh?

Suminarto diminta bercerita lebih lengkap. Juga pengurus hotel yang lain. Saat itulah Imung mempergunakan kesempatan yang tidak diketahui ayahnya. Imung berjalan ke bagian dapur. Mengadakan pemeriksaan tersendiri. Menurut caranya sendiri. (Hal. 47)

Rasanya, meski sudah melintasi puluhan tahun sejak saya pertama kali membaca buku serial Imung, kisah tentang detektif remaja ini masih sangat menarik untuk diikuti.

Imung sebagai sosok anak-anak yang tertarik pada kasus-kasus kejahatan, tentu saja bukan hal yang lumrah. Apalagi dengan pembawaan Imung yang sederhana, sedikit dewasa, dan berotak cemerlang, agaknya menjadi daya tarik tersendiri sehinggal buku serial Imung banyak digemari.

Alur cerita cukup sederhana, ringan, sesuai dengan sasaran pembaca, yaitu untuk anak-anak remaja belasan tahun yang berminat pada kisah-kisah detektif.

Karakter Imung sangat kuat. Sebagai tokoh utama, sang penulis sudah membekali Imung dengan ciri khas yang sangat membekas, seperti yang sudah saya sebutkan di awal.

Ada beberapa typo yang saya temukan seiring pembacaan saya, tapi tak terlalu mengganggu. Cuma di bagian penutup sedikit bikin penasaran, karena penulis membuatnya sebagai open ending.

Sebagai bagian dari sastra lama, saya sangat merekomendasikan buku karya almarhum Arswendo Atmowiloto ini sebagai pilihan bacaan kalian, para Sobat Yoursay.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Rie Kusuma