Bila mendengar frasa lingsir wengi, barangkali kita akan langsung teringat sebuah film horor besutan sutradara Rizal Mantovani berjudul Kuntilanak yang rilis pada tahun 2006.
Film yang juga dibintangi oleh Julie Estelle itu berhasil memberikan stigma negatif terhadap frasa lingsir wengi.
Terus, lingsir wengi itu apa sih?
Menurut Kamus Besar Bahasa Jawa Indonesia, lingsir berarti tidak berada di tengah-tengah, atau bisa juga berarti lewat waktu.
Pada percakapan sehari-hari, kata lingsir memang mulai jarang ditemui karena tergeser oleh kata-kata lain yang juga serapan berbagai bahasa.
Meski mengandung dua arti, kata lingsir lebih sering dipakai untuk menunjukkan lewatnya waktu atau berlalunya waktu.
Dalam kebiasaan yang saya lakoni dan masih bisa saya temui sampai sekarang, kata lingsir selalu disisipkan ke dalam frasa sebagai berikut!
- Lingsir wetan, yang berarti menunjukkan pukul 09.00 atau jam 9 pagi,
- Lingsir kulon, yang berarti menunjukkan pukul 15.00 atau jam 3 sore,
- Lingsir wengi. Dari sumber yang sama, lingsir wengi merujuk ke waktu setelah pukul 24.00 atau tengah malam. Namun, kalau menurut Pepak Basa Jawa, lingsir wengi dimulai pada pukul 01.00 dini hari,
- Srengengene lingsir, atau bermakna mataharinya bergeser. Ini merujuk ke datangnya waktu Ashar, dimana matahari sudah agak condong ke barat dan sinarnya sudah tidak terlalu panas. Funfact-nya, saya sering pakai frasa ini.
Lingsir wengi sebetulnya tidak ada kaitannya dengan hantu seperti yang disajikan dalam film horor. Frasa ini dipakai untuk menunjukkan waktu saja. Namun, berkat film hororlah, frasa cantik ini lantas melekat pada stigma memanggil hantu.
Yah, meski kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia, lingsir wengi memang berarti lewat tengah malam. Hm, agak nyerempet ke situasi horor nggak sih?
Walau begitu, stigma horor berhasil ditepis dengan satu lagu campursari yang berjudul Lingsir Wengi, yang sempat dipopulerkan oleh Didi Kempot yang mengisahkan tentang kerinduan hati kepada seorang kekasih.
Lagu ini berhasil membawa frasa lingsir wengi ke dalam suasana syahdu, tenang, dan sarat akan kasih sayang. Jadi, tergantung kita masing-masing mau mengartikan lingsir wengi sebagai apa.
Sekadar penunjuk waktu, atau mungkin sebagai suasana yang tenang yang mampu melahirkan karya, asek! Intinya, lingsir wengi bukanlah hal yang horor ya.
So, kamu masih takut nggak dengan lingsir wengi?
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Review Air Mata Terakhir Bunda: Magenta yang Bikin Mata Menganak Sungai!
-
Banda Neira 'Langit & Laut': Melankolis Manis yang Mengusik Memori Lama
-
Ulasan Novel Eavesdrop: Ketika Sahabatmu adalah Teroris Berbahaya!
-
Bullying, Kasta Sosial, dan Anak Oknum dalam Manhwa Marked By King BS
-
Pecah! Begini Keseruan Manhwa All I Want is A Dream Home Yang Amboi Banget!
Artikel Terkait
Ulasan
-
Cinta Tulus di Penghujung Ajal, Film Sampai Titik Terakhirmu Sedih Banget!
-
Ulasan Buku Tidak Ada New York Hari Ini, Kumpulan Puisi Karya Aan Mansyur
-
Review Film Dopamin: Terlalu Nyata dan Getir
-
Setelah Suzume, Makoto Shinkai Bikin Pengumuman Mengejutkan Soal Proyek Film Selanjutnya
-
Mengurai Masalah Islam Kontemporer Lewat Buku Karya Tohir Bawazir
Terkini
-
Jakarta IP Market 2025 Siap Digelar, Hubungkan Karya, Bisnis, dan Dunia
-
Distorsi Kognitif yang Membentuk Cara Kita Melihat Dunia
-
Darurat Bullying Nasional: Mengapa Ekosistem Kekerasan Anak Terus Tumbuh?
-
SATUNAMA Yogyakarta: Rumah Antara yang Mendampingi Pemulihan Kesehatan Jiwa
-
Bullying dan Kelas Sosial: Anak Miskin Lebih Rentan Jadi Target