Pada hakikatnya, manusia diciptakan untuk hidup bahagia. Hidup bahagia di sini bukan berarti hidup tanpa masalah. Sebab setiap manusia memiliki masalahnya sendiri-sendiri, tinggal bagaimana dia menyikapinya. Bila mampu menyikapinya dengan baik, masalah yang dihadapi akan berujung kebahagiaan.
Saya sangat sepakat bahwa hidup harus dirayakan dengan penuh kebahagiaan. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan agar hidup kita lebih tenang dan bahagia. Di antaranya, rajin bersyukur setiap hari, menikmati kesehatan yang kita miliki saat ini, bersikap ramah dan menghiasi wajah dengan senyum saat bertemu dengan sesama, dan menghalau rasa iri hati kepada orang lain.
Dalam buku ‘Bahagiakan Hatimu!’ (Happy Ending Story) diungkap bahwa kehidupan ini harus terus kita nikmati. Jangan pernah bersedih berkelanjutan, karena hanya akan menyakiti hati, diri sendiri, bahkan lingkungan sekitar.
Bicara tentang kesedihan, sebenarnya merupakan hal yang sangat wajar. Kita bersedih karena kita adalah manusia biasa. Namun jangan sampai rasa sedih tersebut menjadi kebablasan, berlarut-larut, apalagi sampai menghentikkan semua aktivitas kita. Kesedihan yang berlarut-larut tentu sangat merugikan kita dan ujung-ujungnya menjadi penyebab kita jauh dari kebahagiaan.
Saat jiwa ini meronta dan bersedih tiada terkira, segeralah bangkit. Lihat sinar mentari di pagi hari yang selalu memancarkan cahayanya tanpa mengenal lelah. Berdoalah agar Allah memberikan hati yang selalu bercahaya. Hati yang diliputi rasa syukur seperti sintar mentari di pagi hari. Lihatlah, di luar sana masih banyak orang yang lebih menderita dibandingkan Anda. Jangan pernah menghukumi diri bahwa Andalah yang paling menderita (hlm. 232-233).
Mengelola pikiran agar selalu dalam kondisi positif juga bisa menjadikan hidup kita lebih tenang dan bahagia. Pikiran positif akan menjauhkan kita dari prasangka-prasangka yang buruk kepada orang lain.
Dalam buku ini diterangkan bahwa pikiran merupakan pelayan sekaligus majikan yang paling jahat. Jika pikiran ini mengarahkan pada nalar yang baik, maka sikap Anda akan berjalan dan melakukan kebaikan. Sebaliknya, jika pikiran mengarah pada nalar kejahatan, kelicikan, dan keirian, maka sikap dan tindakan Anda akan melakukan apa yang diperintahkan oleh pikiran, yakni sikap negatif.
Jadi, tetap kelola dan pikirkan hal-hal positif. Jangan pernah memikirkan saudara, teman, atau suami, bahkan anak-anak dengan pikiran negatif Anda. Pada dasarnya, pikiran ini bisa menjadi doa bagi orang-orang di sekeliling Anda (hlm. 38).
Buku karya Anik Faridhatus Sholikhah, M.Pd. yang diterbitkan oleh penerbit Quanta (Jakarta) ini mengajak para pembaca untuk menciptakan kebahagiaan hidup walau dengan penuh kesederhanaan dan keterbatasan.
Mari kita merayakan kebahagiaan dengan cara-cara yang positif dan jadikan hidup ini agar lebih bermakna. Selamat membaca!
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Seni Mengatur Waktu dengan Baik dalam Buku "Agar Waktu Anda Lebih Bermakna"
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film 13 Days, 13 Nights: Ketegangan Evakuasi di Tengah Badai Taliban
-
5 Drama Korea Bertema Kehidupan Anak Kos yang Bikin Kamu Nostalgia
-
Ulasan Novel Aib dan Nasib, Pertarungan Eksistensial Melawan Stigma Sosial
-
Review Film Mertua Ngeri Kali: Pelajaran Cinta dari Mertua Gila!
-
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
Terkini
-
EXO Rilis Musik Video I'm Home, Balada Musim Dingin Penuh Kehangatan
-
Virgoun Tanggapi Isu Rujuk dengan Inara Rusli, Tolak Mentah-Mentah?
-
Peer Preasure dan Norma Feminitas: Ketika Bullying Halus Menyasar Perempuan
-
Sekolah Darurat Pembullyan, Kritik Film Dokumenter 'Bully'
-
Redmi TV X 2026 Resmi Rilis: Harga Rp 5 Jutaan, Bawa Panel Mini LED 55 Inci